Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Direktur Bank Dunia pada 30 Juni 2022 telah menyetujui pembentukan Dana Perantara Keuangan (Financial Intermediary Fund atau FIF) bagi pencegahan, kesiapan dan respons atas pandemi (Pandemic Prevention, Preparedness and Response atau Pandemic PPR) yang masih mungkin terjadi di masa depan.
Keputusan ini diambil menindaklanjuti amanat Forum G20 yang memberikan mandat kepada Bank Dunia untuk menjadi pengelola FIF berkolaborasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Persetujuan Dewan Direktur Bank Dunia menjadi salah satu tahapan penting dalam proses pendirian FIF bagi Pandemic PPR yang ditargetkan untuk direalisasikan pada masa Presidensi G20 Indonesia di tahun 2022 ini.
Hal ini sejalan dengan tiga prioritas yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo dalam agenda Presidensi G20 Indonesia, yakni memperkuat arsitektur kesehatan global, mendorong transformasi digital, serta mempercepat transisi energi yang berkelanjutan.
Indonesia menyadari bahwa upaya untuk membawa dunia pulih bersama dan pulih lebih kuat harus dimulai dengan mengatasi isu pandemi secara efektif sekaligus mengkondisikan masyarakat global agar lebih siap dalam menghadapi risiko pandemi di masa depan, sehingga dampak ekonomi dan sosialnya dapat diminimalisasi.
Pertanyaannya, mengapa diperlukan mekanisme pendanaan seperti FIF yang akan dikelola oleh Bank Dunia?
Pandemi Covid-19 telah memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi negara-negara di dunia tentang pentingnya kesiapan menghadapi guncangan ekonomi yang dipicu oleh masalah kesehatan.
Baca Juga
Kombinasi gangguan sisi penawaran dan permintaan juga menyebabkan resesi global yang sangat dalam di mana ekonomi global terkontraksi hingga 4,4 persen pada 2020. Kerugian ekonomi dari pandemi diperkirakan mencapai hampir US$14 triliun sampai dengan 2024 (IMF, 2022). Yang lebih mengkhawatirkan, pandemi Covid-19 masih sangat dimungkinkan untuk diikuti dengan berbagai jenis pandemi lain di masa mendatang. Arsitektur kesehatan global yang ada saat ini dianggap belum optimal mengantisipasi semua hal tersebut.
Menurut laporan yang disiapkan Bank Dunia bersama WHO (2022), untuk dapat menyiapkan masyarakat global dalam menghadapi risiko pandemi di masa depan dengan berbagai program Pandemic PPR di atas, diperlukan dana sekitar US$31,1 miliar per tahun yang harus tersedia paling tidak sampai 5 tahun ke depan.
Namun, dana yang tersedia saat ini baik di tingkat negara maupun dunia, masih menyisakan kekurangan sampai dengan US$10,5 miliar per tahun.
Tanpa ketersediaan dana tersebut, maka masyarakat global masih akan terpapar risiko berbagai ancaman dan kerugian baik fisik maupun ekonomi dari pandemi sebagaimana yang kita hadapi sekarang ini dengan Covid-19.
Berangkat dari kesadaran tersebut, Forum Menteri Keuangan dan Menteri Kesehatan G20 sejak 2021 telah berkolaborasi untuk mencari solusi bagi persoalan di atas. Para Pemimpin G20 dalam Deklarasinya pada 2021 telah menugaskan pembentukan Gugus Tugas Bersama Keuangan dan Kesehatan (Joint Finance and Health Task Force atau JFHTF) guna diantaranya mengembangkan mekanisme koordinasi di antara otoritas keuangan dan kesehatan dan juga menjajaki modalitas bagi pembentukan suatu mekanisme pembiayaan bagi Pandemic PPR.
Presidensi G20 Indonesia meneruskan upaya ini dengan memimpin JFHTF bersama dengan Italia (Presidensi G20 tahun 2021) dengan dibantu oleh WHO dan Bank Dunia.
Kedua lembaga internasional tersebut membantu menyiapkan kajian dan rekomendasi mengenai arsitektur, kebutuhan dan mekanisme pembiayaan bagi Pandemic PPR yang dapat secara efektif memobilisasi pendanaan dari berbagai pihak, tidak hanya pemerintah namun juga swasta dan lembaga filantropis, serta menyalurkannya bersinergi dengan lembaga-lembaga internasional lain di bidang kesehatan, khususnya WHO.
Dari hasil proses JFHTF yang dimulai sejak Desember 2021, Dana Perantara Keuangan atau FIF dipilih sebagai model pengelolaan pembiayaan karena kemampuannya memobilisasi dan mengelola dana yang dikumpulkan dari berbagai pihak, untuk disalurkan secara terkoordinasi bagi suatu agenda global.
Meskipun secara administrasi dikelola oleh Bank Dunia, tetapi arahan dan keputusan atas kebijakan, prioritas, pengaturan operasional, penentuan program dan proyek yang akan didanai, serta pengawasan pelaksanaannya akan dilakukan oleh suatu Badan Pengatur independen yang terdiri dari perwakilan para donor, penerima, dan perwakilan pemangku kepentingan terkait.
Sampai dengan saat ini, sejumlah negara telah menyatakan komitmennya untuk menjadi donor FIF, yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa, Jerman, Indonesia, Singapura, dan Inggris, ditambah sejumlah lembaga filantropi.
Total komitmen yang telah diterima tersebut mencapai lebih dari US$1 miliar, termasuk komitmen dari Indonesia sebesar US$50 juta. Jumlah ini diharapkan masih akan terus bertambah yang akan berasal tidak hanya dari negara-negara G20 tetapi juga negara-negara lain di luar G20.
Meskipun merupakan inisiatif yang berasal dari G20, tetapi keanggotaan maupun penerima manfaat FIF akan bersifat inklusif, menjangkau banyak negara. Indonesia sendiri dalam hal ini berada pada posisi yang unik yakni dapat berposisi sebagai donor sekaligus berpotensi sebagai penerima dana FIF.
Untuk itu, Presidensi G20 Indonesia saat ini tengah mengupayakan agar FIF dapat segera beroperasi dalam waktu dekat, berkoordinasi dengan banyak pihak terkait.