Bisnis.com, BOGOR — Terus mengendapnya anggaran pemerintah daerah atau pemda di bank dinilai sebagai masalah struktural yang belum kunjung terpecahkan.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti menilai bahwa sejak pandemi Covid-19 kerap terjadi penumpukan saldo pemda di bank.
Artinya, dana milik pemda tetap berbentuk kas dan tidak dibelanjakan, sehingga mengendap di bank.
Menurut Prima, hal itu terjadi bukan semata-mata faktor sumber daya manusia yang menjalankan pemerintahan. Namun, masalah itu menurutnya kompleks dan struktural, sehingga kerap belum terselesaikan.
"Ini struktural. Di daerah itu belanja menjadi urusan tiga unit, yang membuat perencanaan Bappeda, yang bagian mengerjakan adalah dinas terkait, yang bayar BPKAD, kadang-kadang enggak nyambung tiga ini. Di daerah Sekda [yang bertanggung jawab atas belanja] kerjaannya banyak, yang teknis kadang tidak termonitor," ujar Prima dalam temu media di Bogor, Jawa Barat pada Kamis (28/7/2022).
TERUS BERTAMBAH
Pada Juni 2022, Kementerian Keuangan mencatat saldo pemda yang berada di bank mencapai Rp220,9 triliun.
Jumlah uang itu terus naik dari bulan-bulan sebelumnya, yakni Januari 2022 senilai Rp157,97 triliun, Februari Rp183,3 triliun, Maret Rp202,3 triliun, April Rp191,5 triliun, dan Mei 2022 menjadi Rp200,7 triliun.
Saldo tersimpan tertinggi berada di wilayah Jawa Timur, yakni mencapai Rp29,82 triliun.
Selain Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat menjadi tiga provinsi dengan anggaran tertinggi yang masih berada di bank.
Hampir seluruh wilayah mencatatkan kenaikan saldo di perbankan per Maret 2022 dari bulan sebelumnya.
Adapun, simpanan terendah di bank berada di Kepulauan Riau, yakni senilai Rp1,17 triliun.
Prima menyebut bahwa penumpukan saldo biasanya terjadi menjelang akhir tahun, tetapi saat ini sudah mengendap terlalu besar.
Bahkan, kondisi saat ini menurutnya mengubah pola yang sering terjadi, yakni penumpukan saldo menjelang akhir tahun.
"Ini jumlahnya meningkat dari siklus tiga tahun ke belakang dan secara tahunan di semester pertamanya. Sekarang sudah segini [Rp220 triliun], nanti bisa lebih besar lagi, ini harus diawasi dan monitor dari segi belanjanya," imbuhnya.
Menurutnya, belanja APBD harus menimbulkan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.
Sayangnya, saat ini pengeluaran APBD daerah masih didominasi oleh belanja pegawai, yang menurut Prima merupakan belanja paling gampang.
"Belanja 30 persen untuk pegawai. Dari sisi ekonomi ya bagus juga, karena begitu [pegawai] terima duit kan langsung belanja. Namun, ada belanja lain yang juga harus didorong, belanja modal dan jasa," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa mengendapnya dana pemda di bank membuat penyaluran anggaran dari pusat menjadi tidak optimal.
Pemda seringkali langsung melakukan belanja pegawai begitu menerima dana dari pusat, dan menyimpan sisanya di perbankan.
"Ini selalu menimbulkan dilema. Kalau kami ingin membayar transfer [ke pemda] secara cepat, jangan sampai hanya berhenti di deposito," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Rabu (27/7/2022).