Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR Rieke Diah Pitaloka mempertanyakan keberadaan angka subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp502,4 triliun. Pasalnya, menurut dia, nomenklatur kompensasi dan subsidi BBM yang dimaksud tak tercantum dalam Perpres Nomor 98/2022.
Perpres Nomor 98/2022 merupakan Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022
Dia menuturkan, dalam Perpres nomor 98/2022 hanya terdapat nomenklatur subsidi BBM sebesar Rp14,5 triliun, sementara nomenklatur kompensasi BBM sama sekali tidak tercantum dalam Perpres tersebut.
"Lalu darimana angka subsidi + kompensasi sebesar Rp502,4 triliun yag disebut-sebut oleh Menteri Keuangan? Padahal angka kompensasi BBM itu sendiri tidak ada dalam Perpres No. 98/2022!," tulis Rieke dalam akun Instagramnya @riekediahp pada Selasa (30/8/2022), dikutip Kamis (1/9/2022).
View this post on Instagram
Baca Juga
Menurut dia, pada akhirnya bukan soal BBM naik atau tidak naik melainkan pertanggungjawaban ratusan uang triliunan masyarakat, jika indikasi kuatnya diputuskan tanpa berbasis data yang akurat dan aktual.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa sebelum membayar, seluruh subsidi diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau BPKP.
"Seluruh subsidi itu diaudit oleh BPKP sebelum kita membayar. Jadi dalam hal ini BPKP akan melihat volume, cost produksi, perbedaannya antara harga yang diatur dengan harga yang terjadi," jelas Sri Mulyani saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (1/9/2022).
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo juga ikut angkat bicara mengenai hal tersebut.
Melalui akun Twitter miliknya @prastow, dia menuturkan bahwa besaran subsidi energi sebesar Rp208,9 triliun sudah jelas pada bagian Lampiran IV Perpres Nomor 98/2022 bagian 999.07.11.
"Lalu dimana letak angka kompensasi Rp293,5 triliun? Ini yang diributkan. Hikmahnya banyak yang peduli APBN. Mari kita menuju ke Lampiran IV bagian 999.08. Bagi yang belum tahu apa itu BA 999.08 silakan cek PMK-127/2020 stdd PMK-23/2021. Namun saya coba jelaskan sedikit karena ada tuduhan seolah pos ini gelondongan yg tak transparan," tulis dia, dikutip Kamis (1/9/2022).
Dia menuturkan, BA 999.08 adalah sub bagian anggaran BUN, dikelola Menteri Keuangan, untuk menampung belanja pemerintah pusat terkait keperluan belanja pegawai, belanja bantuan sosial, belanja lain-lain, dimana pagu anggarannya tidak dialokasikan dalam BA k/l.
Sesuai PMK-127/2020, lanjut dia, belanja lain-lain aI digunakan untuk penyediaan cadangan anggaran untuk keperluan tertentu, salah satunya cadangan pembayaran kompensasi tarif tenaga listrik dan HJE (Harga Jual Eceran) BBM.
"Nah disitulah alokasi kompensasi sebesar Rp293,5 triliun dicadangkan. Kenapa “cadangan”? Karena perlu banyak filter biar cair: Audit BPK, Reviu BPKP, dan kesepakatan 3 menteri: Menkeu, Menteri ESDM, Menteri BUMN terkait kebijakan dana kompensasi (PMK 159/2021). Sangat akuntabel!," jelas dia.
5) Nah di situlah alokasi kompensasi sebesar Rp293,5T dicadangkan. Kenapa “cadangan”? Karena perlu banyak filter biar cair: Audit BPK, Reviu BPKP, dan kesepakatan 3 menteri: Menkeu, Menteri ESDM, Menteri BUMN terkait kebijakan dana kompensasi (PMK 159/2021). Sangat akuntabel! pic.twitter.com/DMrCbx11nc
— Prastowo Yustinus (@prastow) August 31, 2022
Lantaran bersifat cadangan, belum tentu semua alokasi kompensasi terpakai. Pasalnya, semua bergantung pada besaran tagihan Badan usaha, hasil reviu BPKP, hasil audit BPK, dan kesepakatan 3 menteri.
"Ini bukan otak-atik gathuk bin ndobos. Selain Rp293,5T alokasi kompensasi, ada unsur lain seperti cadangan subsidi IJP, cadangan subsidi pupuk, operasional SKK Migas, dan Bantuan Operasional Layanan Pos Universal yg membuat total fungsi ekonomi menjadi Rp301.160.266.722," tuturnya.