Bisnis.com, JAKARTA - Partai Buruh bersama Organisasi Serikat Buruh akan melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI pada hari ini, Selasa (11/4/2023). Buruh menuntut agar wakil rakyat mencabut Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) dan menghapus aturan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold.
Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal mengatakan, aksi yang dilakukan setiap hari Selasa ini akan melibatkan kurang lebih 500 orang buruh yang berasal dari Jabodetabek.
"Dalam aksi ini, Partai Buruh akan mengusung dua isu. Pertama, tolak Omnibus Law UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, sedangkan yang kedua adalah tolak parliamentary threshold yang menciderai demokrasi dan melanggengkan oligarki,” ujar Said Iqbal dalam jumpa persnya, Senin (10/4/2023).
Terkait dengan buruh, kata Said, ada sembilan isu yang dipersoalkan dalam UU Cipta Kerja. Mulai dari upah murah (upah minimum tidak dirundingkan dengan serikat buruh), outsourcing seumur hidup untuk semua jenis pekerjaan yang dinilai perbudakan modern, buruh dikontrak terus-menerus tanpa periode, pesangon rendah, pemutusan hubungan kerja (PHK) dipermudah, istirahat panjang 2 bulan dihapus.
Kemudian, buruh perempuan yang mengambil cuti haid dan melahirkan tidak ada kepastian mendapatkan upah, buruh yang bekerja 5 hari dalam seminggu hak cuti 2 harinya dihapus, jam kerja buruh menjadi 12 jam sehari karena boleh lembur 4 jam per hari sehingga tingkat kelelahan dan kematian buruh akan meningkat, buruh kasar tenaga kerja asing mudah masuk, dan adanya sanksi pidana yang dihapus.
Untuk petani, kalangan buruh mempersoalkan terkait dengan keberadaan bank tanah yang memudahkan korporasi merampas tanah rakyat. Hal lain yang dipersoalkan adalah diperbolehkannya importir melakukan impor beras, daging, garam, dan lain-lain saat panen raya, serta dihapusnya sanksi pidana bagi importir yang mengimpor saat panen raya.
Baca Juga
Sementara itu, terkait dengan penolakan terhadap parliamentary threshold, Said Iqbal menyebut kebijakan ini menghidupkan kembali demokrasi terpimpin dan mempertahankan oligarki partai politik.
Dalam simulasi, bilamana partai politik dalam Pemilu 2024 mendapatkan 30-40 kursi di DPR RI, ada kemungkinan bisa tidak lolos parliamentary threshold. Karena meskipun mendapatkan 30 - 40 kursi DPR RI, bisa saja suara yang didapat di bawah 4 persen suara sah nasional.
“Bayangkan sebuah partai politik yang memenangkan Pemilu 2024 dengan 40 kursi tidak bisa duduk di Senayan hanya karena perolehan suaranya kurang dari 4 persen sah nasional 2024," kata Said Iqbal.
Dia melanjutkan, dengan demikian 40 kursi partai politik tersebut dibajak oleh parpol yang ada di parlemen. Oleh karena itu, Partai Buruh meminta parliamentary threshold 4 persen dicabut atau parliamentary threshold juga dimaknai 4 persen dari jumlah kursi di DPR RI, yang besarnya adalah 4 persen dari 580 kursi, yaitu 23-an kursi.
Isu lain yang juga akan disuarakan dalam aksi ini adalah penolakan terhadap RUU Kesehatan dan mendesak agar RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan.