Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) mengeluhkan harga babi yang saat ini anjlok akibat isu virus demam babi Afrika (African Swine Fever) di Pulau Bulan, Batam.
GUPBI menyampaikan harga babi hidup saat ini Rp36.000-Rp38.000 per kilogram (kg), di bawah harga pokok produksi Rp40.000 per kg.
Ketua GUPBI, I Ketut Hari Suyasa, mengatakan harga babi pada saat normal biasanya Rp45.000 per kg. Dia menuturkan sebenarnya larangan ekspor babi hidup dari Batam ke Singapura tidak terlalu berdampak karena ekspor secara karkas (daging yang sudah disembelih) sudah diperbolehkan.
Namun, Hari mengatakan yang menjadi persoalan bahwa saat ini tidak hanya di Pulau Bulan, Batam, Kepulauan Riau saja yang terjadi kematian massal pada babi karena terjangkit virus demam babi Afrika, melainkan di wilayah Sulawesi juga banyak babi mati karena terjangkit virus tersebut.
“Sekarang kan tidak normal. Ada panic selling, sebenarnya kejadian Singapura itu tidak berpengaruh karena karkas boleh masuk, kan. Tapi kejadian di Sulawesi ini kemudian mengkoreksi nilai jual babi di wilayah lain. Tentunya menjual lebih murah,” kata Hari saat dihubungi Bisnis, Rabu (10/5/2023).
Hari mengungkapkan, anjloknya harga babi ini semakin mencekik peternak babi, khusunya di Bali yang mayoritas masyarakat desanya beternak babi. Pasalnya, harga pakan saat ini terus meroket meski 75 persennya berasal dari dalam negeri seperti jagung dan dedak, sedangkan sisanya atau 25 persen bentuk konsentrat yang berasal dari impor.
Baca Juga
“Tapi ketika harga pakan impor naik, keseluruhan bahan pakan juga naik terus. Makanya harga babi kita termahal dibanding negara-negara lain,” ujarnya.
Terkait virus demam babi Afrika yang menyebar ke wilayah Indonesia, dia meminta pemerintah lebih serius melakukan pencegahan. Menurut Hari, apabila wabah tersebut tidak bisa dibendung tentunya akan melumpuhkan ekonomi masyarakat desa yang basisnya beternak babi.
“Virus ini tidak ada obat dan vaksinnya. Nilainya amat besar jika kita kena. Di Bali harga babi Rp4 jutaan sampai Rp5 jutaan. Di luar Bali itu Rp7,5 jutaan. Apalagi di Papua itu Rp25 jutaan per ekor. Kalau kena betapa kerasnya penderitaan rakyat,” ungkapnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Jerry Sambuaga, mengklaim hingga saat ini belum terjadi dampak kenaikan harga babi di dalam negeri menyusul adanya temuan penyakit pada ternak babi yakni flu babi tersebut.
Untuk diketahui, Pulau Bulan, Batam, Kepulauan Riau merupakan pemasok daging babi terbesar di dalam negeri. Pulau Bulan memasok 15 persen kebutuhan babi Singapura.
"So far selama ini tidak ada dampak (harga) yang signifikan kan ya," kata Jerry saat ditemui wartawan di JCC Senayan, Jakarta, Senin (8/5/2023).
Sementara itu, Badan Karantina Pertanian (Barantan), Kementerian Pertanian telah memberikan pendampingan pelaksanaan disposial, desinfeksi dan pelaksanaan biosekuriti pasca penutupan pintu ekspor ternak babi asal Pulau Bulan, Provinsi Kepulauan Riau ke Singapura.
Penutupan pintu ekspor ini sebagai imbas temuan penyakit pada ternak babi berupa ASF atau flu babi Afrika sejak April 2023.
"Kementan telah usulkan sistem sub-kompartemen bebas ASF di Pulau Bulan dan telah disetujui oleh pihak Singapura, sehingga ke depan kita dapat kembali mengekspor ternak babi ke Singapura," ujar Kepala Barantan, Bambang melalui keterangan resminya, seperti dikutip Senin (8/5/2023).