Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga tersangka korporasi dalam kasus dugaan korupsi mafia minyak goreng yang sempat membuat bingung otoritas perdagangan dan komisi pengawas persaingan usaha (KPPU) sepanjang tahun lalu.
Kebingungan dua lembaga negara itu disebabkan karena harga minyak goreng domestik yang ikut tersulut di tengah siklus komoditas minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sejak akhir 2021 lalu.
Atas kasus tersebut pejabat teras yang mengurusi izin ekspor CPO ditetapkan tersangka, yakni bekas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana serta Policy Advisor Kemenko Perekonomian, Lin Che Wei. Belakangan, Muhammad Lutfi dicopot dari jabatannya sebagai Menteri Perdagangan.
Baru-baru ini, Kejagung menetapkan tiga tersangka korporasi yang ditengarai merugikan negara mencapai sekitar Rp6,47 triliun dalam kasus mafia minyak goreng tersebut. Ketiga korporasi itu adalah Wilmar Group, Musim Mas, dan Permata Hijau Group.
“Terbukti bahwa perkara yang sudah inkrah ini adalah merupakan aksi daripada tiga korporasi ini sehingga pada hari ini juga kami tetapkan tiga korporasi ini sebagai tersangka,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana di Kejagung, Kamis (15/6/2023).
Ketiga korporasi itu punya sejarah yang panjang di perkebunan sawit Indonesia sejak medio 1970-an. Ada beberapa nama yang kemudian dikenal sebagai orang terkaya Indonesia dengan total kekayaan puluhan triliunan rupiah.
Baca Juga
Saat ini, ketiga perusahaan itu menguasai pasar minyak sawit dan turunannya tidak hanya di Indonesia tetapi mancanegara, dengan anak-anak usaha yang bergerak di berbagai sektor, seperti real estate hingga bahan kontruksi.
Wilmar Group
Seperti dilansir dari DataIndonesia.id, Wilmar Group didirikan oleh Martua Sitorus, nama asli Thio Seeng Haap bersama dengan Kuok Khoon Hong alias William, seorang pengusaha Malaysia yang kini berganti kewarganegaraan Singapura pada 1980 lalu. Nama Wilmar sendiri merupakan singkatan dari kedua nama mereka, William dan Martua.
Pada awal berdirinya, Wilmar hanya memfokuskan pada penjualan kepala sawit. Namun, bisnis perusahaan tersebut berkembang pesat. Pada 1991, Wilmar membangun pabrik pengolahan minyak kelapa sawit pertamanya. Perseroan juga membeli kebun kelapa sawit seluas 7.000 hektare di Sumatra.
Wilmar pun menjalin kerja sama dengan Grup Adani India untuk membuat anak perusahaan bernama Adani Wilmar yang berfokus kepada produksi serta distribusi tepung beras, kacang, gula dan minyak nabati di India. Bisnis Wilmar berkembang setiap tahunnya.
Pada 2000, Wilmar mulai memproduksi dan mendistribukan minyak goreng kemasan untuk skala rumah tangga di Indonesia dengan merek Sania dan Fortune. Kedua produk minyak goreng tersebut diproduksi oleh anak perusahaannya yang bernama PT Multimas Nabati Asahan.
Tidak hanya menjual minyak goreng di Indonesia, Wilmar juga memproduksi dan mendistribusikan minyak goreng dengan merek Jubille, Raag, Alpha, dan Aadhar di India serta Orchid, Golf Ingot, Hiagi dan Baihehue di China. Memasuki tahun 2003, Wilmar mengakuisisi saham PT Cahaya Kalbar Tbk. Perusahaan tersebut aktif memproduksi minyak dan lemak untuk industri cokelat, gula dan roti.
Wilmar kemudian berganti nama menjadi Wilmar International Ltd ketika saham perusahaannya dibeli oleh PT Ezyhealth Asia Pacific pada 2006. Perusahaan lantas mencatatkan sahamnya di Bursa Singapura pada 8 Agustus 2006 setelah melakukan penempatan ekuitas sebesar S$0,80 per saham atau sekitar US$180 juta.
Wilmar kini tidak hanya beraktivitas di Indonesia, tetapi juga Singapura, Malaysia, China, India, dan 50 negara lainnya. Perusahaan ini bergerak meliputi perkebunan kelapa sawit, penyulingan minyak sawit, penggilingan biji minyak, pemrosesan dan pengepakan minyak sawit menjadi minyak masakan. Di samping itu, Wilmar memproses pengepakan gandum.
Tidak puas hanya menjalankan satu bidang perusahaan saja. Pada 2010, Martua lalu mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa kesehatan bernama Murni Sadar. Perusahaan ini melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode MTMH sekaligus berubah nama menjadi PT Murni Sadar, Tbk pada 2022. Martua juga mendirikan Cemindo Gemilang yang berfokus kepada produksi dan distribusi semen dengan nama produk Semen Merah Putih pada 2011.
Perseroan tesebut lalu masuk ke bursa saham dengan kode CMNT pada 2021. Martua bersama kakaknya, Ganda Sitorus juga mendirikan perusahaan yang berfokus kepada bisnis properti bernama Gamaland. Perusahaan ini merupakan pemilik dari Gama Tower, The Westin Hotel, Apartemen Pulo Gadung dan Arandra Residence di Jakarta.
Tidak hanya itu saja, perusahaan ini juga mengelola Aviva Tower di Inggris, Nivadra Residence di Pekanbaru, Koleza 9 di Deli Serdang, serta beberapa aset properti di Bandung, Bekasi, Cilegon, Medan, Kubu Raya, Bali, dan Pekanbaru.
Dengan jumlah perusahaan yang dimilikinya, Martua Sitorus menjadi orang terkaya ke-14 Indonesia versi Forbes dengan total harta senilai $2,85 miliar atau setara Rp 40,75 triliun pada 2021. Mayoritas kekayaannya berasal dari kepemilikan Martua di PT Wilmar International, Ltd.