Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah bakal menata perdagangan di social commerce seiring dengan rencana TikTok melakukan investasi jumbo di Indonesia.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas tak menampik bahwa kekuatan social commerce, seperti TikTok Shop sangat besar, bahkan melebihi dari e-commerce pada umumnya.
"TikTok itu benar, ya socio commerce, keuangan, perdagangan, sosial media waduh jadi satu, itu kalau enggak diatur collapse [UMKM dan e-commerce] betul," ujar Zulhas dalam rapat kerja bersama dengan Komisi VI DPR-RI di gedung parlemen, Senin (4/9/2023).
Oleh karena itu, dia menegaskan social commerce bakal diatur lebih detail dalam perubahan Permendag No.50/2020 tentang Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE). Saat ini, perubahan beleid itu tengah dalam harmonisasi antarkementerian dan lembaga sejak 1 Agustus 2023.
"Karena TikTok ini luar biasa, dia [TikTok] mau investasi tahun depan rencananya US$10 miliar [Rp152,52 triliun, asumsi kurs Rp15.252 per US$] karena pangsa kita kan besar. Maka tidak ada pilihan kita harus tata," ungkapnya.
Zulhas mengatakan, sejumlah aturan bakal diberlakukan pada social commerce, termasuk TikTok Shop. Dia menyebut, nantinya social commerce harus memiliki izin tersendiri untuk melakukan aktivitas perdagangan. Selain itu, e-commerce maupun social commerce tidak diperbolehkan menjadi produsen atau wholesaler.
Baca Juga
"Saya usulkan social media tidak bisa otomatis jadi e-commerce, kalau jadi e-commerce dia harus izin lagi kalau dia mau dagang, harus dipisah," tutur Zulhas.
Lebih lanjut, Kemendag juga bakal membatasi impor langsung atau lintas batas di e-commerce. Impor diutamakan hanya untuk produk yang tidak ada di Indonesia, sementara untuk produk-produk yang ada dan bisa diproduksi di dalam negeri, impor bisa dilakukan melalui prosedur impor pada umumnya.
Zulhas menyebut, aturan pembatasan impor langsung itu akan diwujudkan dalam positive list untuk barang yang boleh diimpor. Dia membeberkan bahwa ide membuat positive list untuk produk impor langsung di platform digital didapatnya dari Vietnam yang disebut lebih dahulu menerapkan pembatasan.
Adapun, usulan lainnya dalam mengatur produk impor di e-commerce maupun social commerce, yakni adanya kewajiban barang impor memenuhi standar nasional Indonesia (SNI).
Zulhas yang juga merupakan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini pun menekankan bahwa aturan yang diterapkan lebih condong pada tata kelola dan pembatasan impor, alih-alih pelarangan. Musababnya, menurut dia, pelarangan secara utuh sudah tidak relevan diterapkan dalam era perdagangan bebas dan adil.
"Kita tidak bisa lagi dengan cara-cara proteksionis dilarang itu enggak bisa. Kita bisa dikucilkan, sekarang perdagangan harus fair [adil] bukan free lagi," ucap Zulhas.