Bisnis.com, JAKARTA - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan fenomena Bledug Kramesan yang terjadi di Dusun Medang, Sendangrejo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah usai gempa Bawean.
Badan Geologi menyatakan bahwa fenomena ‘gunung baru’ di daerah itu disebut bukan suatu fenomena yang luar biasa.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menyampaikan, fenomena Bledug Kramesan tersebut sudah ada sejak lama dan dapat dijumpai pada beberapa naskah kerajaan-kerajaan di Jawa mengenai kehadiran mud volcano atau gunung lumpur.
“Apalagi tidak jauh dari Bledug Kramesan terdapat Bledug Kuwu yang secara umum sudah diketahui oleh publik sebagai fenomena mud volcano yang sudah berlangsung selama puluhan tahun,” jelas Wafid melalui laman resmi Badan Geologi Kementerian ESDM, dikutip Selasa (26/3/2024).
Untuk diketahui, jarak Bledug Kramesan dari Bledug Kuwu sekitar 3,4 kilometer. Bledug Kramesan memiliki ketinggian 25 meter dari permukaan tanah.
Wafid mengungkapkan, bledug-bledug ini merupakan material dari mud diapir yang lolos ke permukaan melalui rekahan-rekahan maupun struktur sesar.
Baca Juga
Adapun, area terjadinya Bledug Kramesan dan Bledug Kuwu pada umur Paleogen termasuk dalam Pati Through yang memungkinkan diendapkannya sedimen secara cepat dan tebal.
Secara fisiografi termasuk pada antiklinorium Zona Rembang yang terdiri dari pegunungan lipatan berbentuk antiklinorium yang memanjang ke arah Barat-Timur, dari Kota Purwodadi melalui Blora, Jatirogo, Tuban sampai Pulau Madura.
Wafid menuturkan, batuan yang diendapkan pada zona ini akan membentuk mud diapir yang terdiri atas material halus unconsolidated, setelah mengalami burial dan kompresi.
“Material halus tersebut dapat lolos ke permukaan melalui rekahan-rekahan dan struktur geologi yang ada,” ujarnya.
Terdapat banyak faktor yang memengaruhi terbentuknya mud diapir di antaranya, amblesan, kecepatan pengendapan, lapisan plastis, tektonik, gradien panas bumi tinggi, hingga potensi hidrokarbon.
Aktivitas dari semburan lumpur yang meningkat pascagempa di Bawean pada 22 Maret 2024 dengan skala 6.5 SR diduga dapat menyebabkan sistem migrasi hidrokarbon maupun lumpur menjadi lebih aktif karena adanya bukaan berupa rekahan maupun patahan sebagai akibat adanya gempa dangkal ini.
Hal ini juga menyebabkan gejolak lumpur di daerah sekitar Bledug Kuwu dan Bledug Kramesan menemukan jalannya untuk keluar melewati rekahan yang terbentuk akibat gempa tersebut.
Oleh karena itu, pihaknya meminta masyarakat di sekitar area Bledug Kuwu dan Bledug Kramesan untuk tidak panik dan tidak mempercayai berita-berita yang tidak bertanggung jawab serta tidak jelas dasar keilmuannya.
“Badan Geologi akan terus memonitor perkembangan fenomena alam ini,” pungkasnya.