Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Amblas, Produsen Mamin Nahas Tanggung Beban Impor Rp500 Triliun

Depresiasi rupiah mulai menjadi beban berat bagi industri makanan dan minuman alias Mamin yang masih bergantung pada impor bahan baku.
Pengunjung tengah memilih produk makanan dan minuman di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Rabu (4/1/2023)/JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Pengunjung tengah memilih produk makanan dan minuman di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Rabu (4/1/2023)/JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA- Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) mengungkap beban impor harga bahan baku yang mulai meningkat ditekan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman mengatakan melemahnya rupiah telah mencapai 6,5% year-to-date (Ytd). Adapun, hari ini nilai tukar rupiah berada di level Rp16.380.

Dia menyebut bahan baku yang mulai terdampak terdiri dari 4 komoditas utama yakni gandum, susu, gula, dan garam. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor 4 komoditas tersebut mencapai US$9 miliar.

"Kalau 6,5% dari Rp16.000-an, berarti sekitar Rp800, Rp800 dikali US$9 miliar itu [impor saat ini] baru yang empat komoditi utama, itu udah sekitar Rp500 triliun ya konsumsinya," kata Adhi di Kantor Kementerian Perindustrian, Selasa (25/6/2024).

Adhi menilai kondisi ini mulai menjadi beban berat bagi industri dalam negeri yang masih bergantung pada impor bahan baku. Bagi industri menengah ke atas yang memiliki daya tahan lebih baik dinilai tidak langsung menaikkan harga jual produk.

Namun bagi pelaku usaha mamin dengan daya tahan rendah maka terpaksa untuk melakukan penyesuaian. Kenaikannya pun masih terbatas lantaran melihat daya beli konsumen.

"Masing-masing perusahaan beda-beda ya. Perkiraan saya dengan depresiasi rupiah ini, untuk bahan baku saja yang tergantung dollar AS itu bisa sekitar 2-2,5% rupiah kenaikan harga produksinya," ujarnya.

Di sisi lain, Adhi masih optimistis penjualan mamin dapat terdongkrak kinerja ekspor yang tumbuh positif lantaran harga dolar menguat. Dalam catatannya, kinerja ekspor kuartal I/2024 tumbuh hingga 5%.

Adapun, pada kuartal pertama 2024 industri makanan membukukan nilai sebesar US$9,18 miliar, dengan nilai impor sebesar US$4,27 miliar. Artinya, sektor industri makanan masih melanjutkan neraca dagang positif sebesar US$4,91 miliar.

"Kuartal kedua itu yang tadi saya lihat mungkin demand masih bisa tapi profit pasti akan tergerus gitu ya. Karena biaya-biaya naik. Bukan biaya bahan baku aja, biaya logistik, biaya semua. Karena kita masih banyak tergantung dari bahan USD hingga tekanan impor," pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper