Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Boyke Setiawan Soeratin

Dosen FEB Binus University Jakarta

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Dilema Industri Karet Nasional

Peningkatan konsumsi karet dalam negeri perlu melalui pengembangan penghiliran dan produk derivatif guna menjaga keseimbangan antara supply and demand.
karet
karet

Bisnis.com,  JAKARTA - Industri karet nasional tengah berada dalam tekanan. Di antaranya datang dari produksi yang terus menurun dan terkini UU Antideforestasi Uni Eropa/European Union Deforestation Regulation (EUDR) di mana karet menjadi satu dari tujuh komoditas yang berperan dalam deforestasi.

Penurunan produksi karet Indonesia disebapkan tanaman yang sudah tua dan atau rusak, konversi tanaman karet, penyakit terutama gugur daun, dan kurangnya tenaga kerja penyadap. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 bahwa produksi karet nasional hanya 3,14 juta ton dan turun lebih dalam lagi di tahun 2023 menyisakan 2,65 juta ton. Dalam 6 tahun terakhir, produksi karet turun 1,24 juta ton.

Indonesia kalah dari Thailand, yang mampu menghasilkan 4,58 juta ton (periode 2014—2018). Thailand berkontribusi 31,83% dari rata-rata produksi karet dunia pada periode tersebut. Padahal Indonesia adalah negara dengan luas kebun karet terbesar di dunia. Laporan BPS tahun 2023, luas perkebunan karet Indonesia 3,55 juta ha. Angka ini sebenarnya turun 230.000 ha (6%) dari tahun 2022.

Implikasi dari semua itu, banyak pabrik pengolahan karet mengalami penurunan utilisasi hingga dibawah 50% kapasitas produksi. Kemudian berlanjut yang menyebabkan pabrik pengolahan (crumb rubber) tutup. Selama 6 tahun (2018—2023), ada 48 pabrik tutup sehingga jumlah pabrik menciut dari 152 tersisa 104 pabrik.

Tekanan ini bisa lebih dalam karena isu lingkungan dan keberlanjutan dalam produksi komoditas telah menjadi fokus Uni Eropa. Selama ini Uni Eropa menjadi tujuan utama ekspor karet Indonesia. Data tahun 2022, ekspor ke Uni Eropa sebesar 340.066 ton, angka ini turun 13,18% dibandingkan dengan 2021 sebesar 391.683 ton.

Seperti kita ketahui pada 31 Mei 2023 Uni Eropa menyepakati EUDR sebagai langkah antisipasi atas maraknya produksi komoditas yang merusak hutan. Konsekuensi EUDR mulai berlaku pada Desember 2024 bagi importir (18 bulan setelah ditetapkan) dan 24 bulan setelah ditetapkan (Juni 2025) untuk UMKM.

EUDR menerapkan beberapa persyaratan dan pengaturan regulasi bagi negara penghasil karet di antaranya free-deforestation dengan cut-off date 31 Desember 2020; sistem tolok ukur atau benchmarking system (high, standar and low risk) sebagai indikator capaian suatu negara menurunkan tingkat deforestasi; geolokasi produksi dalam pernyataan uji tuntas; ketertelusuran hulu-hilir; dan dukungan sertifikasi produk.

STRATEGI KEBIJAKAN

Pengembangan karet berkelanjutan menjadi urgen. Tidak saja produksi, tetapi kepastian keberlanjutan dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Pertama yang harus dikerjakan oleh pemerintah, BUMN, bersama-sama lembaga petani karet dan swasta adalah membuat road map revitalisasi dengan time line yang terukur. Program replanting harus dipastikan menggunakan bibit unggul tersertifikasi. Di sini perkebunan rakyat harus mendapatkan prioritas mengingat 92% produksi karet Indonesia dihasilkan dari perkebunan rakyat.

Kemudian mendorong peningkatan konsumsi karet dalam negeri melalui pengembangan penghiliran dan produk derivatif guna menjaga keseimbangan antara supply and demand. Sampai saat ini, industri hilir karet nasional hanya sekitar 20% meliputi industri ban, vulkanisir, dock fender, dan sebagainya. Sisanya 80% diekspor dalam bentuk setengah jadi berupa crumb rubber dan rubber smoked sheet (RSS). Indonesia juga harus mulai mempertimbangkan untuk menjajaki pasar Asia Timur dan Amerika Utara serta Amerika Selatan untuk mengurangi resiko ketergantungan atas Uni Eropa.

Aspek penting lainnya melakukan penguatan kelembagaan pekebun karet, mendorong kemitraan petani dengan industri karet, serta menjajaki kerja sama business to business dengan pembeli/industri berbahan baku karet di luar negeri.

Adapun pemenuhan ketentuan UU Antideforestasi, pemerintah harus turun tangan membantu operator dalam menyediakan data geolokasi kebun, legalitas tanah, jaminan hak pekerja (termasuk tidak mempekerjakan anak di bawah umur), dan perlindungan lingkungan. Selanjutnya diplomasi sesama negara produsen karet untuk memperjuangkan harga karet yang renumeratif bagi para pekebun. Termasuk mengintensifkan pertemuan Ad Hoc Joint Task Force (JTF) on EUDR yang beranggotakan Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa.

Khusus Ad Hoc JTF on EUDR, Indonesia sebagai pelopor mesti memiliki proposal yang memperlihatkan komitmen untuk menjalankan tuntutan EUDR, saat yang sama menyodorkan ke Uni Eropa untuk transfer teknologi dan atau pendanaan terutama untuk mengadaptasi teknologi penyadapan karet yaitu micro cut tapping system yang bisa membantu meningkatkan hasil. Teknologi ini sudah mulai diuji coba oleh Malaysia Rubber Council (MRC) atau Dewan Karet Malaysia. Dari pengalaman Malaysia, teknologi ini membutuhkan biaya yang mahal, sebesar US$11/pohon/tahun.

Selanjutnya, Indonesia mengoptimalkan peran International Tripartite Rubber Council (ITRC) yang beranggotakan Indonesia, Thailand, dan Malaysia untuk berperan lebih dalam menjaga stabilitas harga karet dan kesejahteraan petani karet dari anggota ITRC. Keberadaan dewan ini mesti diperluas bukan saja domain, namun membuka pintu seluas-luasnya bagi produsen karet lainnya seperti Vietnam untuk bergabung sehingga posisi tawar negara produsen di pasar internasional lebih kuat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper