Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) atau PGN masih mengkaji rencana pemerintah untuk menerapkan wajib pasok domestik atau domestic market obligation (DMO) gas sebesar 60% untuk industri dalam negeri.
Pj Sekretaris Perusahaan PGN Susiyani Nurwulandari mengatakan perseroan prinsipnya mendukung setiap kebijakan pemerintah yang bakal diambil terkait dengan DMO gas tersebut.
“Kami intinya mendukung kebijakan pemerintah, tapi untuk detail teknis dan strategi tentunya harus kami kaji secara internal,” kata Susi saat dikonfirmasi, Selasa (9/7/2024).
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui rencana kewajiban pasok domestik atau DMO gas bumi sebesar 60% untuk kebutuhan industri manufaktur dan kelistrikan domestik.
Selain itu, harga wajib pasok gas domestik itu juga nantinya bakal dibarengi dengan ketetapan harga kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) yang lebih rigid, mulai dari sisi kepala sumur (wellhead) sampai dengan di titik serah (plant gate) dengan industri pengguna.
Aturan itu tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Gas Bumi untuk Kebutuhan dalam Negeri. Rancangan aturan itu didorong Kementerian Perindustrian sejak 2 tahun terakhir.
Baca Juga
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menuturkan, rancangan beleid setingkat peraturan pemerintah itu telah disetujui Jokowi dalam rapat terbatas terkait dengan HGBT di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (8/7/2024) kemarin.
“Berita baik bagi kita semua, Bapak Presiden dalam ratas kemarin menyetujui pembentukan RPP Gas Bumi untuk kebutuhan domestik,” kata Agus dalam acara peluncuran PP No.20 Tahun 2024 Tentang Perwilayahan Industri, Selasa (9/7/2024).
Menurut Agus, selama ini kewajiban pasok atau ketersediaan gas untuk industri manufaktur tidak diatur secara tegas.
Konsekuensinya, pasokan gas untuk industri dari lapangan kelolaan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tidak berkelanjutan dan belakangan harga gas justru naik hampir dua kali lipat dari amanat HGBT di level awal US$6 per MMBtu.
“Kalau kita lihat sekarang dalam neraca dari total produksi gas nasional, sekarang yang diperuntukkan atau yang dialokasikan untuk manufaktur dan termasuk pupuk baru 40%, ini terjadi secara alamiah seperti itu belum ada regulasi,” kata Agus.
Di sisi lain, dia menambahkan, pemerintah turut membuka opsi impor gas untuk memenuhi keperluan industri manufaktur domestik. Dia menegaskan, nantinya beleid itu bakal membuka lebar kompetisi harga antara gas produksi di dalam negeri dengan harga impor.
Dia menilai aturan ini terbilang krusial di tengah proyeksi peningkatan kebutuhan gas domestik untuk industri manufaktur. Dia memperkirakan kebutuhan gas untuk industri naik dua kali lipat pada 2030 mendatang jika dibandingkan dengan neraca tahun ini.
“RPP Gas Bumi untuk kebutuhan dalam negeri ini juga mendorong sektor hulu gas bisa sehat, ada kompetisi, tidak lagi monopoli,” kata dia.
Sementara itu, SKK Migas mencatat adanya pertumbuhan realisasi lifting gas bumi untuk keperluan domestik pada periode Januai-Mei 2024 sebesar 3.719 billion british thermal unit per day (BBtud) atau mengambil porsi 70% dari total produksi nasional.
Realisasi itu lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya di level 3.718 BBtud atau 68% dari total produksi nasional.