Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melaporkan nilai impor produk perikanan Indonesia mencapai US$0,22 miliar pada semester I/2024, turun sebesar US$0,12 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$0,34 miliar.
Penurunan nilai impor ini dipengaruhi oleh turunnya nilai impor seluruh komoditas utama seperti Salmon-Trout, Makarel, Rajungan-Kepiting, Tepung Ikan-Pelet-Makanan Ikan, Cod, dan Udang.
“Kabar baiknya, semuanya turun, jadi kita sudah mulai banyak substitusi dengan berbagai produk dalam negeri dan saya kira ini cukup menggembirakan di sektor perikanan kita. Importasi kita juga mulai turun,” kata Staf Ahli Menteri Bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut KKP, Hendra Yusran Siri, dalam konferensi pers kinerja KKP semester I/2024 di Kantor KKP, Rabu (24/7/2024).
Secara terperinci, Hendra mengungkapkan bahwa komoditas utama impor produk perikanan Indonesia, Salmon-Trout pada periode Januari-Juni 2024 mencapai US$36,55 juta, turun sebesar 7,2% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Penurunan juga terjadi pada komoditas utama lainnya. KKP melaporkan, nilai impor komoditas Rajungan-Kepiting mencapai US$24,58 juta atau turun 21,6% yoy, Tepung Ikan-Pelet-Makanan Ikan mencapai US$21,83 juta atau turun 29,6% yoy, dan Cod mencapai US$16,42 juta atau turun 10,9% yoy.
Penurunan terdalam terjadi pada komoditas Makarel dan Udang. Nilai impor Makarel mencapai US$30,13 juta atau merosot sebesar 63,8% yoy dibanding semester I/2023. Sementara itu, nilai impor Udang mencapai US$15,25 juta atau merosot 40,2% yoy.
Baca Juga
China menjadi negara utama asal impor produk perikanan Indonesia dengan nilai impor sebesar US$35,27 juta, turun sebesar 56,8% yoy dibanding semester I/2023. EFTA menempati posisi kedua dengan nilai impor mencapai US$25,49 juta, diikuti Asean US$24,96 juta, AS US$18,69 juta, Australia dan Selandia Baru US$13,97 juta, dan Uni Eropa sebesar US$13,81 juta pada periode Januari-Juni 2024.
Hendra menjelaskan, alasan pemerintah masih melakukan importasi produk perikanan adalah karena industri pangan Indonesia masih memerlukan sejumlah produk perikanan sebagai bahan baku atau substitusi. Namun, pemerintah tengah berupaya untuk membuat pabrik tepung ikan guna mengatasi kelebihan ikan yang sempat terjadi di Aceh beberapa waktu lalu.
“Kabar baiknya, tentu produk-produk dalam negeri dapat dioptimalkan,” pungkasnya.