Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melihat inflasi yang terekam dalam kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) akan berada di batas bawah target pemerintah, yakni 2,5±1%.
"Inflasi relatif terkendali pokoknya di bawah 2,5%, sesuai APBN 2,5±1% [atau di rentang 1,5%—3,5%]," ungkapnya di kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (1/10/2024).
Airlangga mengaku tidak khawatir dengan deflasi bulanan yang terjadi selama lima bulan berturut-turut, sepanjang Indeks Keyakinan Konsumen yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) masih dalam kondisi optimistis, yakni di atas 100 poin.
Pemerintah kini akan fokus mendorong daya beli di berbagai sektor, khususnya bagi kelas menengah yang mengalami penurunan jumlah.
"Termasuk salah satunya kelas menengah itu pembelian sesudah makanan adalah bahan bangunan ataupun perumahan properti," lanjutnya.
Sebagaimana pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. No. 61/2024 tentang Insentif Tambahan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024 yang diteken pada 11 September 2024.
Baca Juga
Pemberian insentif ini hanya berlaku mulai 1 September 2024 hingga 31 Desember 2024. Bukan sejak 1 Juli 2024, sebagaimana kebijakan awal PPN DTP 100% yang berakhir pada akhir Juni, dan berlanjut dengan PPN DTP 50% mulai Juli.
Di sisi lain, Airlangga menuturkan pemerintah tengah menfinalisasi kebijakan terkait Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) terkait penambahan kuota rumah.
Sebelumnya pada tahun ini pemerintah merencanakan kuota FLPP sebanyak 166.000 unit. Namun, kuota tersebut telah habis. Sementara pemerintah berencana mendorong perekonomian dengan penambahan kuota FLPP.
"Sekarang FLPP sudah habis, tidak ada lagi yang bisa disalurkan. Kemarin sudah disetujui di rapat kabinet paripurna bahwa FLPP naik ke 200.000," ungkapnya.
Adapun, tingkat inflasi Indonesia September 2024 mencapai 1,84% secara tahunan (year on year/YoY). Namun, terjadi deflasi 0,12% secara bulanan (month to month/MtM) yang menyebabkan Indonesia mengalami deflasi lima bulan beruntun.
Adapun kelompok pengeluaran penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah makanan minuman dan tembakau, dengan deflasi sebesar 0,59% dan memberikan andil deflasi 0,17%.