Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Eropa Goyah Menghadapi Pemberlakuan Undang-Undang Anti Deforestasi

Hasil ekspor CPO dari Indonesia dan Malaysia misalnya akan kesulitan diidentifikasi asalnya karena melewati beberapa kali penimbunan sebelum ekspor.
Lorenzo Anugrah Mahardhika, Rahmad Fauzan
Jumat, 4 Oktober 2024 | 13:24
Proses pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Desa Silalahi 3 Kab. Dairi yang terbakar pada Jumat, 26 Juli 2024/Pusdalops PB BPBD Sumut
Proses pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Desa Silalahi 3 Kab. Dairi yang terbakar pada Jumat, 26 Juli 2024/Pusdalops PB BPBD Sumut

Bisnis.com, JAKARTA – Undang-undang antideforestasi yang ambisius dari Uni Eropa semakin besar kemungkinannya ditunda selama setahun mendatang. Kebijakan penundaan itu menyusul tekanan dari pemerintah dan produsen asing. 

Peraturan produk bebas deforestasi Uni Eropa (EUDR) mengharuskan eksportir untuk membuktikan bahwa daging sapi, kedelai, karet, atau komoditas lainnya tidak bersumber dari lahan yang digunduli. 

“Jelas bahwa UE memberikan lampu hijau untuk deforestasi setidaknya selama satu tahun lagi,” kata João Gonçalves, Direktur Senior untuk Brasil di Mighty Earth, dikutip dari Mongabay, Jumat (4/10/2024).

Sementara itu Bloomberg merilis, dalam aturan yang ditetapkan sejak pertengahan tahun lalu itu, terdapat masa transisi selama 18 bulan atau dengan kata lain berlaku penuh pada awal 2025. Aturan ini mengharuskan eksportir kakao, sapi, karet, kedelai, kayu, minyak kelapa sawit, hingga kopi untuk menunjukkan bahwa produk mereka tidak berasal dari lahan yang gundul setelah tanggal 31 Desember 2020.

Eksportir harus memberikan pernyataan uji tuntas dengan koordinat geografis lahan dan penjelasan tentang bagaimana informasi tersebut dikumpulkan.

Sistem dari Uni Eropa akan mengklasifikasikan negara-negara dalam kriteria risiko rendah, standar, atau tinggi dalam penggundulan hutan. Dampak pelabelan ini akan menentukan seberapa banyak uji tuntas yang perlu dilakukan suatu negara sebelum berdagang dengan UE.

Sejumlah produsen menentang kebijakan ini karena dinilai rumit dan mahal. Di negara-negara seperti Brasil, peternakan sapi sulit dilacak, dengan tanda telinga dan izin transportasi palsu yang membantu menyelundupkan ratusan ribu sapi dari lahan yang gundul secara ilegal ke lahan yang legal.

Di Malaysia dan Indonesia, yang memproduksi lebih dari 80% minyak kelapa sawit dunia, produk tersebut melewati jaringan pemasok yang rumit sebelum diekspor, sehingga sulit untuk mengetahui dari mana asalnya.

"Sangat penting bagi Komisi Eropa dan negara-negara anggota untuk mengakui bahwa jadwal yang ditetapkan tidak memungkinkan," kata 28 kelompok industri Eropa, termasuk Federasi Perdagangan Kayu Eropa dan Serikat Perdagangan Ternak dan Daging Eropa, dalam sebuah pernyataan bulan lalu.

Uni Eropa awalnya menolak seruan penundaan dari Brasil, China, AS, dan banyak negara lain. Pengelola zona ekonomi kawasan itu mengatakan kepada komite pertanian Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) bahwa mereka tidak ingin mengorbankan ‘kepastian hukum’.

Namun, kurang dari seminggu setelah pertemuan WTO, Uni Eropa mengajukan usulan legislatif yang jika disetujui, akan memundurkan tenggat waktu satu tahun untuk perusahaan besar dan 18 bulan untuk perusahaan kecil. Artinya, produsen pertanian industri punya waktu hingga Desember 2025 untuk mempersiapkan undang-undang tersebut dan produsen kecil punya waktu hingga 30 Juni 2026.

Proposal tersebut masih harus mendapatkan persetujuan dari parlemen eropa hingga Dewan UE. “Mengingat karakter baru EUDR, kalender yang cepat, dan beragamnya pemangku kepentingan internasional yang terlibat, Komisi menganggap bahwa waktu tambahan 12 bulan untuk menerapkan sistem secara bertahap merupakan solusi yang seimbang untuk mendukung operator di seluruh dunia dalam mengamankan implementasi yang lancar sejak awal,” kata Komisi Eropa dalam pengumumannya.

Dalam beberapa bulan terakhir, negara-negara pengekspor mengeluh bahwa sistem perbandingan UE tidak akan siap tepat waktu. Awalnya, sistem tersebut akan mengkategorikan setiap negara sebagai ‘risiko standar’, yang memaksa beberapa negara yang seharusnya diberi label ‘risiko rendah’ untuk memenuhi standar yang lebih ketat daripada yang diperlukan. Berdasarkan usulan baru tersebut, sebagian besar negara akan diklasifikasikan sebagai negara berisiko rendah saat undang-undang tersebut mulai berlaku.

Keluhan juga muncul dari fakta bahwa undang-undang tersebut akan menaikkan biaya bagi produsen kecil dan mendorong banyak dari mereka keluar dari pasar karena tidak memiliki teknologi untuk memenuhi standar keterlacakan.

Para pengamat mengatakan bahwa hal itu merupakan kekhawatiran yang sah tetapi juga berlebihan yang dimaksudkan untuk membantu kasus penundaan di menit-menit terakhir. Di negara-negara seperti Brasil, sudah ada program pemerintah yang dikembangkan untuk membantu produsen daging kecil mengelola persyaratan keterlacakan mereka. Di Ghana dan Pantai Gading, kelompok masyarakat sipil mengatakan produsen kakao kecil telah berupaya untuk memenuhi tenggat waktu 1 Januari.

“Ada upaya sinis dari perusahaan besar dan pemerintah yang bersekongkol dan bekerja sama erat dengan aktor yang lebih besar dan lebih kuat,” kata Christian Poirier, direktur program Amazon Watch. “…[Mereka] menggunakan petani kecil sebagai alasan untuk mencoba menghindari tanggung jawab mereka untuk mencapai nol deforestasi dalam rantai pasokan mereka,” katanya.


Harapan Indonesia

Indonesia sendiri mengharapkan penundaan dapat terwujud. Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dida Gardera di sela-sela acara Pekan Riset Sawit di Nusa Dua, Bali, Kamis (3/10/2024) menyatakan rencana itu segera mendapat persetujuan negara anggotanya.

“Yang saya dengar kemarin Komisi Uni Eropa akan mem-postponed satu tahun penerapan kebijakan Undang-Undang Antideforestasi (European Union Deforestation Regulation/EUDR). Mudah-mudahan itu terjadi,” kata Gardera.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper