Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cadev Terkikis, Kemenperin Sebut Industri Butuh Dukungan Pinjaman Murah

Kemenperin menilai industri perlu didukung pembiayaan dengan bunga murah untuk menggenjot ekspor guna mendorong peningkatan cadangan devisa.
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus menggenjot ekspor komoditas industri untuk mendorong kenaikan cadangan devisa (cadev) yang susut menjadi US$149,9 miliar pada September 2024.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, beberapa komoditas industri yang menjadi andalan terus digenjot, utamanya produk hilirisasi dari logam dan crude palm oil (CPO) atau minyak sawit, dan lainnya. 

"Kita juga masih menunggu pada pembiayaan bank setelah Bank Indonesia menurunkan suku bunga," kata Febri saat ditemui di Kantor Kemenperin, Senin (7/10/2024). 

Menurut Febri, kemudahan pembiayaan dari perbankan berupa bunga kredit yang murah dapat mendorong industri berorientasi ekspor meningkatkan dan memperluas usahanya ke kancah global. 

Kendati demikian, sejak Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan atau BI rate pada September 2024 menjadi 6% belum diikuti penurunan bunga kredit di sektor perbankan. Padahal, industri manufaktur memerlukan untuk investasi dan kredit produksi. 

"Kalau seandainya kredit produksi dari perbankan itu juga ikut turun, kami yakin itu juga bisa memicu produksi terutama industri yang berorientasi ekspor," jelasnya. 

Dia mencontohkan, salah satu industri berorientasi ekspor yaitu industri furnitur membutuhkan kredit usaha dengan bunga rendah di tengah kondisi ekonomi global yang melemah. 

"Kami dapat informasi belum [suku bunga turun] sejak BI turunkan suku bunganya, perbankan masih belum menurunkan suku bunga," pungkasnya. 

Sebagai informasi, Bank Indonesia membukukan posisi cadev pada pada akhir September 2024 senilai US$149,9 miliar, turun tipis usai bulan lalu mencatatkan rekor tertinggi sejak Desember 2023. Posisi tersebut tercatat lebih rendah dari cadangan devisa akhir Agustus 2024 yang senilai US$150,2 miliar.  

Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menyampaikan, posisi tersebut realtif stabil dan turun tipis karena kewajiban pemerintah dalam pembayaran utang.

"Perkembangan cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (7/10/2024).  

Denny menyampaikan posisi cadangan devisa pada akhir September 2024 setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper