Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rentan Turun Kelas Jadi Kelompok Miskin, Ini Tantangan Kelas Menengah

Celios menyoroti tantangan yang dihadapi kelas menengah, termasuk kebijakan pemerintah yang kurang mendukung pertumbuhan kelas menengah.
Celios menyoroti tantangan yang dihadapi kelas menengah, termasuk kebijakan pemerintah yang kurang mendukung pertumbuhan kelas menengah.  Bisnis/Arief Hermawan P
Celios menyoroti tantangan yang dihadapi kelas menengah, termasuk kebijakan pemerintah yang kurang mendukung pertumbuhan kelas menengah.  Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Center of Economic and Law Studies (Celios) menyoroti tantangan yang dihadapi kelas menengah, termasuk kebijakan pemerintah yang kurang mendukung pertumbuhan kelas menengah.

Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru, jumlah penduduk yang tergolong dalam kelas menengah mengalami penurunan signifikan dari 57,33 juta pada tahun 2019 menjadi 47,85 juta pada tahun 2024.

Di sisi lain, kelompok 'calon kelas menengah' yang rentan terhadap kemiskinan terus bertambah mencapai 137,5 juta jiwa. Untuk mengatasi fenomena ini, literasi keuangan dan investasi menjadi strategi krusial dalam memperkuat daya tahan ekonomi masyarakat.

"Kelas menengah saat ini terhimpit akibat kenaikan tarif PPN, harga Bahan Bakar Minyak atau BBM dan inflasi, sehingga daya beli mereka melemah," ujarnya melalui keterangan resmi, Senin (14/10/2024).

Menurutnya, kelas menengah tidak jatuh ke dalam kemiskinan, tetapi bergeser ke kelompok rentan miskin. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan ruang ekonomi lebih besar dengan mempertahankan subsidi dan menunda kenaikan pajak.

Dia menilai kelas menengah ini dia tidak naik ke atas, tapi tidak terlalu jeblok ke bawah, yakni ke golongan miskin.

"Sementara kelas menengah itu ternyata dapat dikatakan pindah dari kelas menengah ke rentan miskin," imbuhnya.

Selama pandemi Covid-19, Huda menjelaskan bantuan sosial lebih banyak diterima oleh kelas miskin, sementara kelas menengah justru berjuang untuk bertahan di tengah penurunan pendapatan. Selain itu, kenaikan PPN pada 2025 juga bisa semakin mempersulit keadaan.

Huda menilai pertumbuhan pendapatan masyarakat kelas menengah hanya sekitar 1,5%, jauh di bawah laju kenaikan harga barang. Akibatnya, banyak dari mereka yang mulai terpaksa menggunakan tabungan untuk menjaga pola konsumsi tetap berjalan.

Ini menunjukkan betapa rentannya posisi kelas menengah dalam menghadapi tekanan ekonomi. Ia menyarankan agar pemerintah menunda kenaikan tarif PPN dan mempertahankan subsidi yang ada.

Langkah ini, menurutnya, bisa memberikan ruang bagi kelas menengah untuk bernapas dan memulihkan kondisi keuangan mereka di tengah tantangan yang ada.

Di sisi lain, Huda juga menekankan pentingnya literasi keuangan dan investasi bagi masyarakat. Meskipun minat investasi meningkat, banyak orang masih terjebak dalam keputusan yang kurang tepat karena tergoda iming-iming keuntungan besar tanpa memahami risiko yang ada.

Oleh karena itu, masyarakat perlu dibekali dengan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai investasi, agar mereka bisa membuat keputusan yang bijak di tengah situasi ekonomi yang penuh ketidakpastian ini.

Meski minat investasi meningkat, banyak masyarakat yang masih terjebak pada iming-iming keuntungan besar tanpa memahami risiko yang ada. Oleh karena itu, tekannya, masyarakat juga harus memahami dasar-dasar investasi sebelum terjun ke dalam ekosistem digital yang kompleks ini dan lebih proaktif dalam mencari pengetahuan tentang investasi melalui berbagai platform yang tersedia.

Benny Sufami, Co-Founder Tumbuh Makna, melihat perkembangan ini sebagai kesempatan bagi masyarakat kelas menengah untuk lebih cerdas dalam mengelola keuangan mereka. Di tengah tantangan ekonomi seperti kenaikan harga barang dan suku bunga, pemahaman yang lebih baik tentang keuangan dan investasi memberikan peluang bagi masyarakat untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang.

Benny menekankan bahwa dengan literasi yang semakin kuat, masyarakat kini lebih siap dalam membuat keputusan keuangan yang lebih bijak dan terhindar dari jebakan keuangan seperti pinjaman online ilegal atau keputusan finansial impulsif lainnya.

Ia juga menyoroti pentingnya berhati-hati dalam memilih instrumen investasi. Investasi seperti obligasi ritel bisa menjadi pilihan yang aman dan menguntungkan, teru tama di tengah fluktuasi inflasi. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper