Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Girang Indeks Perdagangan RI Naik Peringkat di Asean

Pengusaha merespons positif atas naiknya indeks Perdagangan Berkelanjutan (STI) yang dirilis laporan Hinrich IMD.
Suasana bongkar muat kontainer dari kapal di pelabuhan New Priok Container Terminal One (NPCT1), Tanjung Priok, Jakarta. / Bisnis-Himawan L Nugraha
Suasana bongkar muat kontainer dari kapal di pelabuhan New Priok Container Terminal One (NPCT1), Tanjung Priok, Jakarta. / Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Sederet pengusaha di Indonesia merespons positif atas naiknya indeks Perdagangan Berkelanjutan atau Sustainable Trade Index (STI) yang dirilis laporan Hinrich IMD.

Penilaian tersebut menunjukkan bahwa peringkat dagang Indonesia naik satu level ke posisi 18 dunia dari total 30 negara yang diukur dalam penelitian Hinrich-IMD STI 2024. Di Asia Tenggara, total skor Indonesia (45,3), ada di posisi keenam dari sepuluh negara Asia Tenggara yang masuk dalam penelitian tersebut.

Indonesia berhasil mengungguli India yang ada di peringkat 24 dan Rusia yang ada di posisi buncit (30). Sementara dari negara Asia Tenggara lain, Indonesia lebih unggul dari Kamboja (19), Laos (22), Brunei (24), dan Myanmar (27).

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengaku bersyukur peringkat perdagangan Indonesia naik level. Meski begitu, dia juga berharap agar pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka bisa memperluas perjanjian dagang dengan negara lain.

“Alhamdulillah peringkat kita naik, seharusnya pemerintah lakukan perluasan perjanjian perdagangan dengan negara-negara nontradisional market,” kata Benny kepada Bisnis, Selasa (22/10/2024).

Di samping itu, Benny juga berharap pemerintah mengevaluasi perjanjian dagang yang sudah ada untuk dilakukan fokus komoditi ekspor, sehingga terlihat perubahan komoditi yang memiliki potensi. “Serta simplifikasi perizinan ekspor ditambah rasionalisasi biaya biaya logistik, khususnya pelabuhan muat,” sambungnya.

Dihubungi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) 2023–2028 Shinta Widjaja Kamdani juga mengapresiasi adanya penelitian yang memberikan sudut pandang berbeda dalam mengkaji efek perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia.

Menurutnya, ini merupakan metode pengkajian efek perdagangan baru yang diharapkan bisa menyeimbangkan pandangan tradisional terhadap perdagangan dengan pertumbuhan ekonomi yang umumnya direpresentasikan secara kuantitatif.

“Adanya pandangan baru ini tentu membantu kita untuk melihat dalam aspek apa kita masih perlu menggenjot ekspor bagi pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih sustainable di dalam negeri,” kata Shinta kepada Bisnis.

Masih mengacu parameter penilaian STI terhadap Indonesia, Shinta melihat perdagangan internasional (impor-ekspor) Indonesia belum memberikan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan yang memadai.

Dalam banyak aspek penilaian, lanjut dia, efek perdagangan terhadap parameter pertumbuhan berkelanjutan Indonesia banyak yang di bawah rata-rata, teruatam di aspek ekonomi dan sosial.

“Ini berarti perdagangan Indonesia belum bisa menciptakan daya saing ekonomi yang berkelanjutan secara memadai,”

Shinta menyampaikan bahwa kondisi ini terlihat dalam catatan STI, di mana Indonesia memiliki kelemahan dalam hal trade infrastructure, ease of conducting international trade, diversifikasi perdagangan, hingga penciptaan nilai tambah dalam perdagangan.

Begitu pula dengan parameter dampak sosial, Shinta menuturkan bahwa Indonesia masih memiliki kelemahan dalam hal memastikan perdagangan internasional memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat yang diukur melalui tingkat pendidikan masyarakat, mobilitas sosial atau peningkatan daya beli, hingga penyempitan ketimpangan sosial.

Secara ekonomi, Shinta juga menyebut bahwa produktivitas ekspor, daya saing ekspor, dan posisi tawar produk ekspor Indonesia relatif lemah di pasar global.

Untuk itu, Apindo berharap pemerintah dapat membenahi berbagai isu hambatan daya saing ekspor Indonesia melalui reformasi struktural terhadap iklim usaha atau investasi di dalam negeri agar Indonesia memiliki produk ekspor yang lebih terdiversifikasi, bernilai tambah, dan berdaya saing tinggi di pasar global.

Di sisi sosial, sambung dia, ekspor Indonesia juga dinilai perlu dibuat lebih inklusif dengan melibatkan sebanyak mungkin pelaku ekonomi di dalam negeri, termasuk UMKM.

Maka dari itu, Shinta kembali menekankan Indonesia perlu mawas diri dan jangan cepat puas dengan capaian yang ada saat ini. Menurutnya, pemerintah harus tetap fokus menciptakan pembenahan struktural terhadap daya saing iklim usaha, investasi, maupun ekspor Indonesia.

“Selama kita belum sampai pada tingkat pertumbuhan atau kesejahteraan yang kita targetkan, indeks ini seharusnya hanya menjadi cermin kita untuk lebih strategis menciptakan reformasi kebijakan ekonomi di dalam negeri agar kita menjadi negara yang lebih maju dengan mempergunakan instrumen perdagangan,” pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper