Bisnis.com, JAKARTA — Bursa saham global bergerak variatif pada Rabu (6/11/2024) setelah Donald Trump resmi memenangkan pemilihan umum Amerika Serikat. Sejumlah indeks utama di bursa Asia melemah, begitu pula dengan bursa saham Indonesia.
Berdasarkan pemberitaan Bisnis, kemenangan Trump di pemilihan presiden Amerika Serikat (Pilpres AS) telah terlihat sejak Rabu (6/11/2024) sekitar pukul 14.00 WIB atau 02.00 waktu AS. Data hitung cepat 270toWin kala itu telah menunjukkan bahwa Trump telah meraih 270 suara elektoral (electoral votes), syarat minimal untuk memenangkan pemilu.
Hasil itu pun direspons oleh para pelaku pasar, seperti di Asia yang masih dalam jam perdagangan bursa. Bursa Asia bergerak variatif, tetapi sejumlah indeks utama bergerak merah atau terkoreksi.
Berdasarkan data Bloomberg pada penutupan perdagangan Rabu (6/11/2024), bursa Jepang tercatat bergerak variatif, seperti indeks Topix 500 yang menguat 0,98% tetapi indeks Nikkei 225 melemah 0,14%.
Di Republik Korea Selatan, indeks Kosdaq tercatat melemah 1,53%, begitu pula indeks Kospi yang terkoreksi 0,75%. Kondisi serupa terjadi di Hong Kong, yakni indeks Hang Seng terkoreksi 2,23% dan indeks S&P Asia 50 melemah 1,30%.
Bursa saham China, selaku rival utama AS, juga mencatatkan koreksi. Indeks komposi Shanghai melemah 0,09% dan indeks SSE 50 terkoreksi 0,77%.
Baca Juga
Lain halnya, bursa India justru terapresiasi usai kemenangan Trump. Indeks BSE tercatat naik 1,35% dan indeks Nifty 50 menghijau 1,12%.
Di Asia Tenggara kondisi bursa bergerak variatif, tetapi penguatan terjadi di Malaysia dengan indeks KLCI menghijau 0,83%, lalu di Singapura indeks Straits Times Index menguat 0,60%.
Sementara itu, di Australia indeks S&P 200 terkoreksi sebesar -0,49%.
Di Benua Biru atau Eropa, S&P Euro Index mengalami koreksi 1,26%. Adapun, di Inggris, indeks FTSE 100 terkoreksi tipis 0,07%.
IHSG Merah usai Trump Menang
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 1,44% ke level 7.383,86 pada perdagangan Rabu (6/11/2024). Mayoritas indeks berdasarkan sektor berakhir di zona merah, dengan pelemahan terdalam dialami saham sektor teknologi sebesar 2,96%.
Kemudian sektor properti melemah 2,00% dan sektor finansial turun 1,77% setelah emiten perbankan berkapitalisasi besar seperti BBCA, BBRI, dan BMRI parkir di zona merah.
"Indeks dolar yang menguat memberi tekanan pada saham-saham blue chip," kata Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas, Rabu (6/11/2024).
Indeks LQ45 juga tercatat melemah lebih dalam, yakni hingga 2,03% pada perdagangan kemarin.
Pasar saham Indonesia sendiri mencatatkan net sell asing sebesar Rp1,14 triliun pada perdagangan hari ini. Dalam sepekan, net sell asing mencapai Rp1,4 triliun. Meskipun, pasar saham Indonesia masih mencatatkan nilai beli bersih atau net buy asing sebesar Rp37,59 triliun sepanjang tahun berjalan (year to date/YtD).
Pada perdagangan kemarin, deretan bank jumbo atau kelompok bank dengan modal inti (KBMI) IV menjadi pencetak net sell asing terbanyak. PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) misalnya mencatatkan net sell asing Rp582,93 miliar pada perdagangan kemarin.
Kemudian, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) membukukan net sell asing Rp480,47 miliar dan PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) membukukan net sell asing Rp131,54 miliar.
Selain itu, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) misalnya mencatatkan net sell asing Rp47,56 miliar pada perdagangan kemarin.
Sukarno mengemukakan kemenangan Trump membawa sentimen positif pada pasar kripto, sejalan dengan janji dukungan yang diutarakannya saat kampanye. Sementara itu saham, Sukarno mengatakan pelaku pasar perlu tetap mencermati kinerja teranyar emiten.
"Sektor yang berpotensi diuntungkan dalam jangka panjang adalah basic material seperti emas. Ini didorong oleh ekspektasi inflasi akan terjadi sehingga emas menjadi alternatif investasi lindung nilai," tambahnya.
Adapun, Head of Research NH Korindo Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata mengatakan kemenangan Trump membawa potensi larinya dana asing dari emerging market.
"Trump akan mengutamakan investasi dan pembangunan ke dalam negaranya sendiri," ujarnya kepada Bisnis pada Rabu (6/11/2024).
Alhasil, menurutnya Indonesia harus lebih kompetitif untuk menjadi atraktif.
"Di masa Trump pertama, FDI [foreign direct investment] Indonesia juga tidak meningkat signifikan, dibandingkan masa Biden," ujar Liza.
Associate Director of Research and Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan Trump memiliki kebijakan Make America Great Again (MAGA), yang akan mengutamakan Amerika sebagai porosnya. Menurut Nico, hal ini memiliki dampak negatif bagi perekonomian global karena Trump akan menjalankan kebijakan proteksionisme.
Selain Pemilu AS, pekan ini pasar juga menantikan pertemuan The Fed yang akan terjadi berselang tiga hari setelah pemilu AS. Hingga saat ini, kata dia, potensi pemangkasan tersebut cukup terbuka, terutama setelah data yang keluar pada Jumat malam pekan lalu.
"Namun, apabila volatilitas dianggap terlalu tinggi setelah pemilu AS, ada kemungkinan The Fed akan mengurungkan niatnya dan mengeluarkan pemotongan yang jauh lebih besar pada bulan Desember mendatang," tutur Nico. (Fahmi Ahmad Burhan, Erta Darwati)