Bisnis.com, JAKARTA — Studi dari lembaga think tank Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menunjukkan kemudahan dalam mengimpor barang dari China berdampak pada menurunnya indikator kemiskinan yang lebih cepat di beberapa wilayah Indonesia.
Kondisi ini berbeda dengan temuan yang dilakukan di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat (AS) yang justru merugi.
Peneliti CIPS dari Universitas Indonesia Natanael Waraney Gerald Massie mengatakan bahwa riset ini dalam paper berjudul A Tale of Two Liberalization Episodes with China: Impact on Poverty in a Developing Nation. Di mana, peneliti CIPS membedah Indonesia ke beberapa wilayah administratif, yakni berdasarkan kabupaten/kota.
“Kami melihat bahwa ternyata daerah-daerah yang semakin mudah mengimpor dari China, menariknya mereka mengalami penurunan indikator kemiskinan yang lebih cepat,” kata Waran dalam diskusi Masa Depan Perdagangan Indonesia di Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Waran menyebut, beberapa daerah di Indonesia semakin mudah mendapatkan akses impor bahan baku dari negeri Tirai Bambu. Alhasil, indikator kemiskinan kian turun.
“Bahan baku atau bahannya yang bisa diproses industri, awalnya mereka harus sourcing dari mana, lebih mudah trading dengan China, lalu mereka semakin tidak miskin,” terangnya.
Baca Juga
Kendati demikian, Waran menegaskan perlu adanya kajian lebih lanjut terkait riset ini. Namun, menurut hipotesis CIPS, daerah tersebut mendapatkan input lebih mudah untuk mengembangkan industri, sehingga indikator kemiskinan menyusut.
“Tetapi secara indikatif, trading dengan China untuk Indonesia itu menarik karena negara lain worst off, dan untuk Indonesia di beberapa kasus itu better off meski dampaknya terbatas,” jelasnya.
Maka dari itu, menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan dalam menyusun kebijakan perdagangan dengan China.
Studi ini pun berkontribusi pada wacana yang lebih luas tentang implikasi global dari kebangkitan ekonomi China, terutama dari perspektif negara-negara berkembang.
Di samping itu, penelitian ini juga menyoroti pentingnya mempertimbangkan karakteristik regional seperti urbanisasi, pendidikan, dan literasi dalam memahami berbagai dampak liberalisasi perdagangan.
Temuan ini menunjukkan, dengan meningkatkan literasi dan pendidikan dapat menjadi penting untuk memaksimalkan manfaat pengurangan kemiskinan dari liberalisasi perdagangan di negara berkembang seperti Indonesia.