Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertumbuhan Ekonomi Lima Tahun Terakhir Dinilai Tak Inklusif, Ini Buktinya

Tidak inklusifnya pertumbuhan ekonomi tercermin dari laju kenaikan non labor income lebih tinggi dari labor income, lalu jumlah kelas menengah terus menyusut.
Warga beraktivitas di kawasan Menteng Dalam, Jakarta, Senin (27/9/2022). / Bisnis-Arief Hermawan P
Warga beraktivitas di kawasan Menteng Dalam, Jakarta, Senin (27/9/2022). / Bisnis-Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom membeberkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kurun 2019—2024 rata-rata mencapai 5%, tetapi manfaatnya tidak dirasakan merata oleh seluruh lapisan masyarakat.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (Unpad) Arief Anshory Yusuf menjelaskan ada dua komponen yang menjadi dasar perhitungan produk domestik bruto (PDB), yakni komponen pendapatan tenaga kerja (labor income) atau pendapatan riil dan komponen yang bersumber dari profit sebuah usaha (non labor income).

Arief mencatat bahwa selama periode 2002 hingga 2019 pertumbuhan pendapatan riil jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi. Hal itu ditunjukkan dengan angka kemiskinan yang berkurang dan ada pertumbuhan dari kalangan masyarakat kelas menengah.

Dalam catatannya, pada periode tersebut dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata di rentang 5%—6%, terdapat peningkatan kelas menengah (midle class) sebanyak 42 juta orang, kelompok menuju kelas menengah (aspiring midle class) bertambah 38 juta orang, serta kelompok miskin dan rentan miskin berkurang 34 juta orang. 

"Ini yang disebut pertumbuhan ekonomi inklusif. Kenapa, kecenderunganya yang banyak kan yang labor. Yang kapitalis kan biasanya elite segment society," ujar Arief yang juga Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) dalam siniar di kanal Youtube Podcast SKS, Sabtu (16/11/2024).

Sebaliknya, kondisi tersebut dalam catatan Arief tidak terjadi pada kurun 2019—2024 atau periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi. Menurutnya, ketika pertumbuhan ekonomi di kisaran 5%, kontribusi dari komponen pertumbuhan riilnya jauh lebih kecil dari 5%.

"Dengan demikian, 5% itu siapa yang menyumbang? Berarti sumbernya dari non-labor income yang pertumbuhannya lebih tinggi," tegasnya.

Hasilnya, dia mencatat dalam lima tahun terakhir kelas menengah berkurang 9,5 juta orang sementara kelompok miksin dan rentan miskin bertambah 12,7 juta orang.

Sebagai pembanding, Arief meringkas pada 2002 jumlah kelas menengah sebesar 7% dari total populasi, kemudian bertambah menjadi 21% pada 2019. Saat ini, jumlah kelas menengah merosot menjadi tersisa 17% dari total populasi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper