Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Prodi Manajemen Universitas Paramadina Adrian A. Wijanarko menilai kebijakan PPN 12% yang berlaku per 1 Januari 2025 akan semakin membebani masyarakat, khususnya para generasi Milenial dan Gen Z yang tengah menghadapi tekanan daya beli di kondisi saat ini.
Adrian menyampaikan Milenial dan Gen Z cukup tertekan saat ini karena dituntut untuk dapat mandiri secara ekonomi/finansial, dan harus menghadapi tekanan sosial lainnya. Sementara tekanan eksternal berupa ketidakpastian ekonomi global dan persaingan kerja, tekanan sektor perbankan, dan kebijakan pemerintah menambah beban mereka.
Bahkan Adrian melihat tekanan yang perlu dipikul Milenial hingga Gen Z tersebut akan berdampak secara psikologis dan mempengaruhi target pemerintah, yakni Indonesia Emas 2045.
"Tekanan-tekanan di atas mau tidak mau akan berdampak pada kesiapan mental mereka dalam rangka menyambut era generasi emas Indonesia," ujarnya dalam giat Indef x Universitas Paramadina bertajuk PPN 12%: Solusi atau Beban Baru?, Senin (2/11/2024).
Beban baru tersebut alhasil akan mempengaruhi keputusan Milenial dan Gen Z dalam menentukan manajemen keuangan atau financial behaviour mereka.
Sejatinya, kenaikan PPN otomatis menyebabkan harga barang dan jasa meningkat, sehingga Gen Z dan milenial cenderung mengurangi konsumsi yang bersifat leisure atau hiburan alias barang/jasa yang termasuk kebutuhan sekunder maupun tersier.
Baca Juga
Bahkan mau tidak mau, kata Adrian, Milenial maupun Gen Z berpotensi melakukan pemangkasan manajemen kas seperti bujet makan sehari-hari hingga transportasi. Tugas bagi mereka memutar otak untuk tetap dapat melakukan konsumsi yang bersifat leisure.
Adrian meyakini ke depan, jika PPN 12% benar diimplementasikan, kelompok masyarakat tersebut akan lebih fokus pada menabung untuk pendidikan, properti, dan investasi.
"Dari sisi perilaku keuangan, kenaikan PPN ini akan memengaruhi pola konsumsi dan strategi finansial generasi muda ke depan," tuturnya.
Menurutnya, pengumuman dari rencana kenaikan tarif PPN saja memberikan sentimen negatif bagi kelompok masyarakat tersebut. Sentimen tersebut dikhawatirkan akan berdampak negatif pula terhadap target produk domestik bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Padahal, konsumsi dari para generasi tersebut yang termasuk dalam konsumsi rumah tangga merupakan komponen utama penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berdasarkan data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga mendistribusikan 53,08% dari produk domestik bruto (PDB) pada Kuartal III/2024.
Artinya, jika daya beli masyarakat menurun maka kondisi perekonomian secara keseluruhan juga akan terganggu. Oleh sebab itu, berbagai pihak mendorong pemerintah menunda wacana kenaikan tarif PPN menjadi 12%—setidaknya sampai daya beli masyarakat kembali pulih dan meningkat.
View this post on Instagram