Bisnis.co, JAKARTA - Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Djoko Siswanto mengungkapkan pihaknya memiliki dana sekitar Rp46,89 triliun per tahun untuk modal eksplorasi migas.
Adapun, dana tersebut mencakup Rp15 triliun anggaran yang disediakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan US$2 miliar atau setara Rp31,89 triliun (asumsi kurs Rp15.944 per dolar AS) dari kas SKK Migas.
"Jadi Rp15 triliun plus US$2 miliar untuk kegiatan eksplorasi," ucap Djoko dalam acara Kegiatan Hasil Akhir Kajian Percepatan Eksplorasi Indonesia bagian Barat Tahap Kedua di Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Sementara itu, ditemui usai acara, Penasehat Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf memerinci dana Rp15 triliun dari Kementerian ESDM itu berasal dari 10% hingga 15% penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Nanang membenarkan dana tersebut digunakan untuk modal eksplorasi migas. Namun, dana Rp15 triliun itu tak terbatas untuk hal tersebut saja.
Menurutnya, dana tersebut digunakan untuk investasi SKK Migas, termasuk membangun infrastruktur jaringan gas (jargas) dan semacamnya.
Baca Juga
"Jadi tidak seluruhnya Rp15 triliun digunakan eksplorasi, tapi untuk infrastruktur jargas dan sebagainya," ucap Nanang.
Sebelumnya, SKK Migas mengungkapkan realisasi investasi di sektor hulu migas telah mencapai US$10,3 miliar atau Rp163,25 triliun per Oktober 2024. Jumlah tersebut setara dengan 64,4% dari target investasi yang dibidik oleh SKK Migas pada 2024.
Djoko Siswanto mengatakan, pihaknya tetap optimistis target investasi di 2024 yang sebesar US$16 miliar atau Rp253,56 triliun bisa tercapai.
"Realisasi sampai Oktober sebesar US$10,3 miliar. Kami harap akhir tahun bisa mencapai US$16 miliar," ucapnya dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI, Senin (18/11/2024) lalu.
Adapun, prognosis investasi di hulu migas untuk 2024 itu sejatinya turun. Sebab, sebelumnya target investasi hulu migas mencapai US$17,7 miliar atau setara Rp280,59 triliun.
Menurut Djoko, target itu turun karena ada sejumlah kebijakan dari pemerintah. Salah satunya, kebijakan kewajiban tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
"Bahwa beberapa kegiatan jadi tertunda ke tahun depan. Jadi karena target-target seluruh kegiatan belum 100%, otomatis kan investasinya gak 100%, ada beberapa pekerjaan yang delay," jelas Djoko. Kendati, pemerintah saat ini sudah melakukan perubahan kebijakan terkait TKDN. Kini, syarat TKDN telah direlaksasi.