Bisnis.com, JAKARTA — Founder Dwi Soetjipto Research Center (DSRC) sekaligus mantan Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto turut berkomentar terkait wacana pembentukan badan usaha khusus (BUK) sektor minyak dan gas bumi (migas).
Baca Juga
Dia menilai BUK Migas bisa menjadi penyempurnaan dan penguatan peran SKK Migas mengelola kegiatan usaha hulu migas di Indonesia.
Adapun, wacana pembentukan BUK itu tengah dibahas dalam oleh Komisi XII DPR RI lewat revisi Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas).
Dwi mengatakan, pembentukan BUK Migas sejatinya merupakan amanat dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review UU Migas. Menurutnya, BUK akan mewakili negara dalam berkontrak dengan para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) di sektor hulu.
Oleh karena itu, BUK harus independen sehingga mampu memikat kepercayaan KKKS. Selain itu, BUK juga harus bersikap adil kepada para investor.
Dwi juga menilai BUK idealnya berada di bawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau BPI Danantara. Sebab, BUK bakal memiliki aset.
"Nah, kemudian posisinya bagaimana BUK? Karena nanti dengan BUK maka dia akan punya aset. Jadi kalau dia bisa berada menjadi badan usaha, asetnya akan masuk ke Danantara," tutur Dwi saat ditemui usai acara Dialog Perdana Dwi Soetjipto Research Center (DSRC) di Jakarta, Rabu (13/8/2025).
Karena itu, Dwi menilai percepatan peningkatan aset Danantara juga akan terjadi. Selain itu, dia berpendapat BUK ini menjadi penguatan posisi SKK Migas saat ini.
Dengan demikian, pembentukan BUK tak serta merta membubarkan SKK Migas, tetapi menjadi semacam restrukturisasi.
"Jadi peran SKK Migas sebagai BUK ini punya peran lebih kuat. Kemudian, juga berdampak kepada peningkatan aset di Danantara sendiri," jelas Dwi.
Sebelumnya, Komisi XII DPR RI sudah menerima dan membahas naskah akademik serta draf RUU Migas itu pada Senin (15/7/2025). Sidang terkait pembahasan itu pun dilakukan secara tertutup.
Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Sugeng Suparwoto menuturkan, terdapat dua pembahasan substansial dari RUU Migas, yakni pembentukan BUK dan petroleum fund. Terkait pembentukan BUK, Sugeng mengatakan, badan tersebut bakal berada di bawah kementerian terkait. Dia menyebut, jika BUK terbentuk maka SKK Migas bakal dibubarkan.
“Kalau ada BUK, ya SKK Migas digantikan karena kan [dasar pembentukan] SKK Migas hanya Perpres [Peraturan Presiden], kalau BUK kan sudah undang-undang,” ujar Sugeng ditemui di Kompleks Parlemen, Senin (15/7/2025) malam.
Menurutnya, hal ini dilakukan demi menekankan kepastian hukum dan kepastian usaha di sektor hulu migas.
Sugeng pun mengatakan, dalam penyusunan RUU Migas pihaknya membahas pembentukan petroleum fund. Dana itu akan berasal dari patungan KKKS. Adapun, petroleum fund diperlukan untuk kebutuhan eksplorasi, khususnya eksplorasi minyak.
“Petroleum fund yang gunanya adalah untuk mengembangkan salah satunya tadi untuk eksplorasi, setidaknya menyiapkan dana murah untuk eksplorasi,” ucap Sugeng.
Lebih lanjut, Sugeng menekankan bahwa pembahasan RUU Migas itu harus melibatkan pemerintah agar segera rampung. Dia mengatakan, DPR sudah menyiapkan semuanya, tetap masih harus mendapat persetujuan pemerintah.
Dia mengatakan, salah satu pembahasan paling alot adalah terkait pembentukan BUK sektor migas. Sebab, masih ada tarik-menarik antara kedudukan SKK Migas dan BUK tersebut.
Sugeng pun menargetkan RUU Migas itu bisa rampung pada tahun depan atau 2026. Menurutnya, RUU Migas bakal dirampung usai RUU EBT dan RUU Ketenagalistrikan selesai.
“Memang kita target Undang-Undangnya cuma segitu, tiga, satu-satu [akan kami selesaikan,” ucap Sugeng.