Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Petani Tembakau Minta Cukai Tembakau Tak Melebihi 2% dari Pertumbuhan Ekonomi

Apti meminta pemerintah untuk tidak mengerek tarif cukai hasil tembakau (CHT) melebihi 2% dari pertumbuhan ekonomi
Petani mengangkat tembakau yang telah dijemur di Desa Banyuresmi, Sukasari, Kabupaten Sumedang, Senin (20/6/2022). Bisnis/Rachman
Petani mengangkat tembakau yang telah dijemur di Desa Banyuresmi, Sukasari, Kabupaten Sumedang, Senin (20/6/2022). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (Apti) meminta pemerintah untuk tidak mengerek tarif cukai hasil tembakau (CHT) melebihi 2% dari pertumbuhan ekonomi.

Pasalnya, kenaikan tarif CHT di tahun-tahun sebelumnya dinilai tidak berimbang dan berkeadilan.

Ketua APTI Nusa Tenggara Barat Sahminudin menyampaikan, kenaikan tarif CHT harus diimbangkan dengan tingkat kemampuan masyarakat, utamanya pertumbuhan ekonomi.

“Kami sih tidak keberatan dinaikkan, tapi jangan kenaikan cukai itu melebihi 2% dari pertumbuhan ekonomi,” kata Sahminudin di sela-sela agenda Bisnis Indonesia Forum, Kamis (5/12/2024).

Dia menuturkan, di antara 2020-2024, selisih pertumbuhan ekonomi dengan kenaikan CHT mencapai 10,12%. Selisih yang cukup lebar tersebut turut berdampak terhadap daya beli masyarakat.

Padahal, jika melihat 2014 ke bawah, tarif cukai tidak pernah naik di atas selisih 2%-3% dari pertumbuhan ekonomi. 

“Sekarang kan disparitasnya sampai 10% lebih. Gimana nggak kolaps daya beli masyarakat,” ujarnya. 

Di 2020, pemerintah mengerek tarif cukai rokok 21,55%. Kebijakan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau itu diakui Sahminudin berdampak signifikan terhadap petani tembakau.

Pasalnya, pasca pemerintah mengumumkan kenaikan cukai CHT, tembakau menjadi tidak laku lantaran perusahaan ragu untuk menyerap tembakau para petani. Jumlah tembakau yang diserap industri, kata dia, berkurang sekitar 30%-40% dari produksi tembakau petani. 

Dampak dari kenaikan tarif cukai melebar, termasuk maraknya rokok ilegal di 2023. Hal ini terus berlanjut hingga 2024 di mana harga tembakau terus mengalami penurunan bahkan di bawah harapan petani di kisaran Rp40.000 - Rp50.000 per kilogram.

“Harganya di bawah yang diharapkan,” ungkapnya.

Dalam catatan Bisnis, pemerintah belum berencana untuk mengerek tarif cukai rokok tahun depan. 

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani menyampaikan, sampai dengan akhir pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang telah diketok pada pekan lalu, pemerintah belum akan menaikkan tarif cukai rokok.  

“Posisi pemerintah untuk kebijakan penyesuaian CHT 2025 belum akan dilaksanakan,” ujarnya dalam Konferensi Pers APBN Kita, Senin (23/9/2024). 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper