Bisnis.com, JAKARTA – Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) di PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex Group mengaku merasa dipermainkan oleh kurator yang ditunjuk Pengadilan Negeri (PN) Semarang untuk mengurus status kepailitan perusahaan.
Sejak 45 hari diputus pailit, penyelesaian kasus Sritex belum menunjukkan titik terang. Perusahaan tekstil tersebut masih menunggu hasil pengajuan kasasi yang dimohonkan kepada Mahkamah Agung (MA) pada 25 Oktober 2024.
Koordinator Serikat Pekerja Sritex Group, Slamet Kaswanto mengatakan buruh makin cemaa dengan sikap kurator yang tidak ikut kooperatif dan justru mangkir dalam agenda mediasi bersama Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan dan pihak Sritex.
"Wamenaker bersedia menjadi mediator antara perusahaan dengan kurator berbicara mengenai going concern ini, atas permintaan kurator. Namun, rencana mediasi tersebut batal dikarenakan kurator sendiri yang membatalkan," kata Slamet kepada Bisnis, Jumat (6/12/2024).
Slamet beserta ribuan pekerja Sritex sangat kecewa kepada kurator karena dinilai mempermainkan nasib karyawan yang menggantungkan nasib nya pada pekerjaan di pabrik.
Terlebih, hingga saat ini sebanyak 3.500 pekerja Sritex dirumahkan lantaran bahan baku produksi yang makin menipis, khususnya bahan baku kapas. Hal ini dikarenakan sejak status pailit, aktivitas perdagangan pabrik dibekukan.
Baca Juga
"Nasib puluhan ribu karyawan dipermainkan begitu saja tanpa ada merasa tanggung jawabnya dan kami ingin menyampaikan kepada pemerintah, untuk lebih serius lagi memikirkan kelangsungan kerja kami," tuturnya.
Slamet menegaskan, pemerintah memang sudah menunjukkan upaya untuk membantu karyawan Sritex, namun kesejahteraan kerja belum dirasakan oleh karyawan keseleruhan akibat kepailitan.
"Kegalauan para pekerja sudah disampaikan kepada Pengusaha dan Pengusaha sama sekali tidak berpikir utk melakukan PHK apalagi menutup perusahaan. Keberlangsungan usaha tetap menjadi prioritas," jelasnya.
Dia pun melihat manajemen Sritex telan berupaya mengajukan kasasi ke MA untuk membatalkan putusan Pailit PN Semarang dan meminta kepada kurator serta hakim pengawas yang ditunjuk PN Semarang untuk memberikan izin going concern agar perusahaan tetap bisa melakukan aktivitas seperti biasa.
Faktanya, pada hari ke 45 sejak putusan pailit, tanda-tanda dukungan tidak terjadi. Slamet menuturkan bahwa baku di pabrik sudah berangsur habis, mesin banyak yang berhenti, produksi berhenti dan karyawan nasibnya tidak jelas.
"Belum lagi informasi yg kami terima bahwa rekening bank telah diblokir kurator. Lantas bagaimana dengan pembayaran gaji kami?" ujarnya.
Terlebih, terdapat ancaman pemutusan listrik PLN karena tidak bisa membayar akibat rekening perusahaan di blokir kurator. Kondisi ini menambah kekecewaan.
Dia pun cemas apabila tidak ada perbaikan, maka bukan tak mungkin akhir tahun 2024 ini di masa awal pemerintahan prabowo akan menjadi kelam karena bertambahnya kasus PHK akibat ketidakberdayaan negara terhadap oknum yang bermain untuk menghancurkan industri atas nama hukum.
"Kami masih berharap dan sangat yakin presiden Prabowo sangat atensi terkait permasalahan kami ini dan kami sangat berharap sesegera mungkin keberlangsungan kerja kami dilanjutkan, karena ada keluarga2 buruh yg butuh biaya hidup. Gaji harus tetap diberikan dan kurator wajib bertanggung jawab untuk ini," pungkasnya.