Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) hingga saat ini belum berencana untuk menggugat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No.16/2024 yang mengatur soal penetapan upah minimum 2025.
Apindo sebelumnya meyoroti aturan tersebut karena memukul rata kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) sebesar 6,5% di 2025.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam menyampaikan, pihaknya belum berencana untuk menggugat kebijakan itu meski banyak pengurus Apindo daerah keberatan dengan proses maupun hasil penetapan upah minimum tahun depan.
“Walaupun banyak pengurus daerah yang keberatan, baik proses maupun hasil upah minimum, kita belum berencana menggugat,” kata Bob kepada Bisnis, Senin (9/12/2024).
Kendati keberatan dengan proses maupun hasil upah minimum, Bob menyebut bahwa Apindo akan mengedepankan kepentingan bersama dan negara.
“Kita ke depankan kepentingan bersama dan republik ini,” ujarnya.
Baca Juga
Kenaikan upah minimum sebesar 6,5% sudah lebih dulu menjadi sorotan Apindo, bahkan sebelum Permenaker No.16/2024 terbit.
Dalam catatan Bisnis, Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani sempat menuntut penjelasan pemerintah terkait dasar perhitungan yang digunakan dalam menentukan kenaikan UMP 6,5%.
Menurutnya, metodologi penghitungan tersebut penting, agar kebijakan yang diambil mencerminkan keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha.
Selain itu, penjelasan penetapan UMP 2025 juga diperlukan bagi dunia usaha untuk mengambil sikap ke depan terhadap ketidakpastian kebijakan pengupahan yang masih terus berlanjut.
Apalagi, di tengah kondisi ekonomi nasional yang masih tantangan global dan domestik, Shinta menilai kenaikan ini berisiko meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional.
“Hal ini dikhawatirkan akan dapat memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) serta menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru,” ucap Shinta di Jakarta, Sabtu (30/11/2024).
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyebut bahwa pemerintah dalam menetapkan upah minimum 2025 mempertimbangkan peningkatan daya beli pekerja sembari memerhatikan daya saing usaha.
“Itu adalah hasil terbaik trade off yang kita usung,” kata Yassierli dalam konferensi pers di Kantor Kemnaker, Rabu (4/12/2024).
Namun demikian, pemerintah dapat memahami respons dari kalangan pengusaha. Atas dasar itulah, pemerintah berupaya untuk mencari solusi guna memproteksi perusahaan-perusahaan yang mengalami kesulitan finansial.
Yassierli dalam kesempatan itu juga menuturkan proses pemerintah dalam menetapkan angka 6,5% untuk kenaikan upah minimum tahun depan.
Dia menyebut, Kemenaker sebelumnya telah melakukan sejumlah kajian dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, serta tren kenaikan upah dalam empat tahun terakhir. Dari hasil tersebut, Kemnaker mengusulkan angka 6% ke Presiden Prabowo Subianto.
“Kemudian Pak Presiden mengambil kebijakan untuk meningkatkan daya beli sehingga akhirnya itu menjadi 6,5% [kenaikan upah minimum],” tuturnya.
Merujuk Permenaker No.16/2024, nilai kenaikan UMP dan UMK tahun 2025 mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.
Secara terperinci, indeks tertentu merupakan variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi dengan memperhatikan kepentingan Perusahaan dan Pekerja/Buruh serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak bagi Pekerja/Buruh.
Adapun, Yassierli menegaskan bahwa kenaikan upah minimum rata-rata 6,5% itu hanya berlaku untuk upah minimum 2025. Selanjutnya, pemerintah akan kembali menggodok regulasi baru bersama pengusaha dan serikat pekerja/buruh untuk menetapkan rumus pengupahan yang bersifat long term.