Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kebutuhan Investasi EBT Sektor Ketenagalistrikan Nyaris Rp4.000 Triliun

PLN mengungkap kebutuhan investasi untuk percepatan pengembangan EBT di sektor ketenagalistrikan mencapai Rp3.729 triliun hingga 2040.
Direktur Manajemen Risiko PT PLN (Persero) Suroso Isnandar (tengah) bersama dengan Kepala Pusdatin Kementerian ESDM Chrisnawan Aditya ( kiri) dan Ekonom Arif Budimanta saat diskusi bertema An Energy Transition Scenarios for Creating a Greener Future for Indonesia pada Bisnis Indonesia Economic Outlook 2025 di Jakarta, Selasa (10/12/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Direktur Manajemen Risiko PT PLN (Persero) Suroso Isnandar (tengah) bersama dengan Kepala Pusdatin Kementerian ESDM Chrisnawan Aditya ( kiri) dan Ekonom Arif Budimanta saat diskusi bertema An Energy Transition Scenarios for Creating a Greener Future for Indonesia pada Bisnis Indonesia Economic Outlook 2025 di Jakarta, Selasa (10/12/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN mengungkap kebutuhan investasi untuk percepatan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di sektor ketenagalistrikan mencapai US$235 miliar atau setara dengan Rp3.729 triliun hingga 2040. 

Direktur Manajemen Risiko PLN Suroso Isnandar mengatakan kebutuhan dana tersebut digunakan untuk membangun sejumlah proyek seperti tambahan EBT hingga pembangunan transmisi, termasuk smart grid. 

"How much cost of energy transition di sektor ketenagalistrikan? Untuk membangun itu semuanya, sampai tahun 2040 kita perlu US$235 miliar, ini yang kita butuhkan," kata Suroso dalam Bisnis Indonesia Outlook Economy 2025, Selasa (10/12/2024). 

Suroso menerangkan, proyek penambahan kapasitas EBT sebesar 33 GW dari hydro (24,9 GW), geothermal (6,5 GW), dan bioenergy (0,9 GW) membutuhkan dana investasi sebesar US$80 miliar dalam 15 tahun ke depan. 

Sementara itu kapasitas EBT dari gas (21,7 GW) dan coal (5,6 GW) dengan kapasitas 28 GW membutuhkan dana US$33 miliar. Di sisi lain, tambahan EBT dari pembangkit listrik tenaga angin (14,2 GW) dan matahari (27,3 GW) total kapasitas 42 GW membutuhkan dana US$43 miliar pada periode 2025-2040. 

"Termasuk transmisinya mencapai kita perlu US$235 miliar yang harus kita spend untuk membangun transisi energi," tuturnya. 

PLN memiliki rencana percepatan lewat program accelerated renewable energy development (ARED) yang mencanangkan pembangunan pembangkit 75% energi baru terbarukan (EBT) dan 25% gas untuk pendekatan pengurangan emisi yang agresif. 

Adapun, dari rencana tersebut dalam kurun waktu 15 tahun ke depan ada tambahan kapasitas pembangkit sebesar 102 gigawatt (GW) yang 75 GW di antaranya berasal dari renewable energy, mencakup dari angin 15 GW, solar atau matahari 27 GW, geothermal 7 GW, biomass 1 GW, hydro atau air 25 GW, dan baterai 32 GWh.  

"Tapi itu belum bisa mencukupi yang kita perlukan sehingga sebagai foundation, tadi PLTU gak boleh, kita harus membangun gas, 22 GW untuk gas, itu besar sekali dan kalau tadi bahwa kita di tahun 2028 kalau pengembangan lapangan gas itu berjalan baik kita mencukupi," jelasnya. 

Di sisi lain, PLN juga mulai melirik energi baru berasal dari nuklir atau PLTN sebesar 5 GW yang harus mulai beroperasi pada 2035. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper