Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa tren suku bunga yang masih tinggi di AS hingga penghujung 2024 ini menimbulkan kekhawatiran akan kaburnya devisa ke Negeri Paman Sam.
Airlangga melihat suku bunga Federal Reserve atau The Fed yang kini berada di angka 4,5%-4,75% tersebut menjadi tantangan.
“Kebijakan suku bunga di AS higher for longer itu yang kami khawatirkan, kalau dia tinggi, maka kami takut arus devisa bergeser ke AS,” ujarnya dalam Bisnis Indonesia Economic Outlook 2025: Heading Towards an Inclusive and Sustainable Economy, Selasa (10/12/2024).
Oleh karena itu, Airlangga akan memperkuat kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) agar para eksportir dapat memarkirkan hasil ekspornya di dalam negeri lebih lama.
Pada akhirnya kebijakan tersebut demi menstabilkan nilai tukar rupiah yang masih menunjukkan pelemahan.
Pada dasarnya, untuk meningkatkan likuiditas valas dan mendorong peningkatan jasa keuangan, DHE wajib ditempatkan di dalam negeri atau dalam Sistem Keuangan Indonesia (SKI). Eksportir wajib menempatkan paling sedikit 30% DHE SDA dalam SKI selama jangka waktu tertentu.
Baca Juga
Pemerintah pun kini tengah mengkaji ulang besaran dan jangka waktu DHE SDA yang wajib ditempatkan di dalam negeri.
Sebelumnya eksportir wajib menyimpan dana hasil ekspor dengan jangka waktu minimal tiga bulan. Baru-baru ini, Prabowo menginginkan agar jangka waktu minimal tak lagi tiga bulan alias diperpanjang.
Kekhawatiran Airlangga pun juga telah diwaspadai oleh Gubernur BI Perry Warjiyo yang memutuskan untuk menahan suku bunga acuan BI Rate di level 6% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan lalu.
Perry memandang dengan Fed Fund Rate turun terbatas, menguatnya dolar AS dan yield US Treasury naik, terjadi berbaliknya preferensi investor global ke AS.
“Akibatnya, tekanan pelemahan nilai tukar berbagia mata uang dunia semakin tinggi dan terjadi aliran keluar portfolio asing termasuk dari negara emerging market,” tuturnya.
Untuk itu, Perry menekankan BI akan terus memperhatikan pergerakan nilai tukar rupiah dan prospek inflasi serta perkembangan data dan dinamika kondisi yang berkembang dalam mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan BI Rate lebih lanjut.