Bisnis.com, JAKARTA - Asuransi aviasi telah menjadi conditio sine qua non sesuai UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Sekaligus menjadi dinding terakhir aspek risk management selaku penerima risiko dari potensi kejadian buruk yang menimbulkan kerugian.
Hal ini membuat asuransi aviasi senantiasa memberikan perlindungan secara optimal dan memberikan ketenangan pikiran bagi air operator serta stakeholders. Untuk tetap berkelanjutan yang tidak kalah penting adalah kompetensi para pihak yang bersinggungan langsung dengan risiko tersebut.
Loss Adjuster dan Claim Officer yang Mumpuni
Pengembangan sumber daya manusia dapat diawali dari perusahaan penilai kerugian asuransi aviasi (aviation loss adjuster) dalam negeri. Loss adjuster adalah pihak ketiga yang netral dan profesional dalam melakukan penilaian klaim asuransi.
Perusahaan asuransi kerugian akan membutuhkannya dalam kasus klaim yang dianggap rumit dan sulit untuk melakukan pemeriksaan nilai ganti rugi yang besar serta terkait dengan menghindari potensi adanya dispute dari penyebab kerugian yang terjadi.
Seorang loss adjuster khususnya di bidang aviasi diperlukan untuk berani mengambil peran lebih ketika suatu incident ataupun accident terjadi.
Celakanya, sampai saat ini loss adjuster aviasi dalam negeri belum cukup mature dan kompetitif untuk berhasil mendapat tempat di international market sehingga tidak cukup diminati oleh perusahaan asuransi di Indonesia maupun para Lloyds Underwriter. Penunjukan loss adjuster pada praktiknya lebih memilih kepada mereka yang berbasis di Negeri Singa.
Di samping itu, minimnya tenaga ahli kita yang berlatar belakang khusus di bidang kedirgantaraan adalah juga jawaban sehingga sulit untuk muncul dan mengambil bagian setiap kali insiden pesawat udara terjadi.
Di perusahaan asuransi sendiri dalam kondisi seperti ini memiliki claim officer yang kompeten adalah keberkahan. Keputusan sebuah klaim apakah claimable ataupun unclaimable menjadi sangat penting setelah melalui proses analisis klaim yang dilakukan olehnya.
Claim officer bertugas dengan kemampuan yang dimilikinya melakukan hal-hal berikut: pengawasan pencadangan klaim, pemeriksaan usia klaim, dan analisis jaminan asuransi terhadap klaim dari sisi polis.
Kecelakaan Pesawat Udara
Total kecelakaan penerbangan yang di investigasi oleh KNKT pada Semester I tahun 2024 adalah sebanyak 14 kecelakaan yang meliputi jenis kecelakaan: accident dan serious incident. Adapun kecelakaan penerbangan Semester I tahun 2024 yang merupakan kategori accident terjadi sebanyak lima kali, antara lain tiga kejadian di bulan Februari, lalu satu kejadian di bulan Maret dan Mei.
Sementara itu, kategori serious incident terjadi sebanyak sembilan kali, antara lain tiga kejadian di bulan Januari, lalu satu kejadian di bulan Februari dan April, kemudian tiga kejadian di bulan Mei 2024, dan terakhir satu kejadian di pertengahan tahun.
Jika bercermin pada tahun sebelumnya di 2023, moda transportasi penerbangan menyumbang sebanyak total 20 kejadian. Terdiri dari 7 kasus accident dan 13 serious incident. Hal ini dapat diartikan pula bahwa saat ini hingga pertengahan tahun saja sudah mencapai 70% dari total kejadian accident dan serious incident tahun lalu.
Dari uraian kejadian kecelakaan tersebut penting adanya peningkatan keahlian asuransi aviasi terlebih dengan kondisi soft market aviation saat ini, ditambah munculnya kebijakan penurunan harga tiket pesawat berjadwal, serta desakan penurunan tarif premi asuransi dari air operator (tertanggung) yang akan berpotensi mengejar efisiensi dengan konsekuensi meningkatkan risiko dari sisi perawatan dan pengelolaan pesawat udara.
Sertifikasi Underwriter Aviasi
Berdasarkan data AAUI jumlah Perusahaan Asuransi Umum di Indonesia sampai dengan tahun 2024 berjumlah 71. Dari 71 perusahaan tersebut tidak lebih dari 10% yang mempunyai risk appetite untuk menerima risiko asuransi aviasi.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal itu terjadi. Pertama, nature dari risiko asuransi aviasi yang bersifat high severity dan low frequency. Kedua, adanya kekhasan yang spesifik dalam mengelola risiko unpreferable ini. Ketiga sifat dari industri penerbangan itu sendiri yang padat modal, padat teknologi, serta memerlukan sumber daya manusia spesialis atau ahli di bidang kedirgantaraan.
Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia (AAMAI) yang telah direstui pemerintah sebagai lembaga yang berhak menguji dan memberi gelar Ajun Ahli, Ahli Asuransi, dan Ahli Manajemen Risiko telah mengatur kompetensi tenaga ahli underwriter (penganalisis risiko) bersertifikat (certified underwriter) untuk 7 lini asuransi yakni Property, Marine, Motor, Engineering, Liability, Health, Bonding. Namun belum ada untuk lini produk aviasi.
Ketiadaan ini jika dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan lenyapnya minat atas kebutuhan tenaga ahli yang seharusnya ada dan dikhawatirkan menyurutkan kepercayaan diri secara akademis dan praktis.
Sejauh ini keterampilan teknis terkait bidang asuransi ini melulu berdasarkan pengalaman kerja dan melalui training singkat yang diselenggarakan setiap tahun oleh representatif perusahaan penilai kerugian internasional yang berlokasi di Singapura atau Reinsurance Broker yang berlokasi di UK.
Melihat fakta tersebut, tak bisa dipungkiri perlunya percepatan untuk menciptakan para tenaga ahli yang profesional di bidang yang khusus ini harus dipertimbangkan lebih serius mengingat dalam Laporan Kinerja dan Analisa Industri Asuransi Umum & Reasuransi Indonesia AAUI Tahun 2023 produk asuransi ini sedang menggeliat kembali pasca dihantam pandemi Covid-19 silam dengan capaian premi yang dicatat industri sejumlah Rp1,371 triliun rupiah naik 5,9% dari tahun sebelumnya (yoy) sejumlah Rp1,294 triliun di tahun 2022.
Meski pangsa pasarnya masih berada di angka 1,3%. Berdekatan dengan Asuransi Energy On Shore di angka 1,2% dan terus berupaya mengejar sahabatnya Asuransi Rangka Kapal di angka 2,5%.
Dengan demikian disadari atau tidak, berat rasanya untuk mengakui secara bersama-sama bahwa kita belumlah cukup mahir untuk bisa mengikuti derasnya sains terkait penerbangan, teknologi, produk asuransinya, termasuk untuk kebutuhan sumber daya manusianya.