Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Padat Karya Diguyur Insentif, Pengusaha Tekstil: Tak Berpengaruh

Pengusaha tekstil menilai paket kebijakan ekonomi industri padat karya sebagai kompensasi tarif PPN 12% tidak berpengaruh besar untuk industri tekstil.
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Produsen Benang, Serat dan Filamen (APSyFI) menilai paket kebijakan ekonomi industri padat karya yang digelontorkan pemerintah sebagai kompensasi pemberlakuan tarif PPN 12% tidak akan berpengaruh besar untuk industri tekstil dan produk tekstil (TPT). 

Adapun, pemerintah memberikan insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) bagi pekerja industri padat karya dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan, pembiayaan industri padat karya untuk revitalisasi mesin untuk produktivitas dengan subsidi bunga 5%, serta bantuan sebesar 50% untuk Jaminan Kecelakaan Kerja pada sektor padat karya selama 6 bulan.

Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan, insentif tersebut tidak memberikan dampak signifikan terhadap industri tekstil, sebab selama 2 tahun lebih sektor tersebut tidak menerima profit. 

“Kebijakan insentif ini tidak berpengaruh terhadap industri TPT,” kata Redma kepada Bisnis, Senin (16/12/2024). 

Redma mengatakan, insentif kredit investasi revitalisasi mesin memang dapat menjadi insentif meskipun tidak akan optimal serapannya karena kondisi pasar yang masih lesu lantaran dipenuhi barang impor ilegal.

“Insentif apapun akan sulit kalau harus lawan barang impor ilegal. Kecuali pemerintah kasih kita bebas pajak seperti yg selama ini dinikmati oleh barang impor ilegal, baru kita bisa bersaing,” pungkasnya.

Dia menegaskan bahwa di tengah tekanan beruntun industri tekstil, posisi pelaku usaha saat ini hanya dapat bertahan dengan harapan perubahan kondisi.

Adapun, industri tekstil tengah terseok-seok lantaran digempur banjirnya produk impor ilegal di pasar domestik. Bahkan, dalam catatan APSyFI, sebanyak 37.000 kontainer produk impor ilegal tekstil dan produk tekstil (TPT) masih membanjir pasar domestik sepanjang 2023. 

“Yang paling utama adalah pengendalian impor dan pembertasan impor ilegal yang selama ini menjadi masalah utama keterpurukan sektor TPT,” ujarnya. 

Menurut Redma, potongan diskon PPN jadi 5% atau dengan menerapkan PPN final 15% yang diberlakukan hanya untuk produk akhir justru dapat lebih efektif. 

Pasalnya, bagi industri yang memiliki rantai nilai panjang, instrumen pajak memakan biaya yang besar. 

“Kalaupun pemerintah akan memberikan insentif fiskal maka skema PPN final akan lebih bermanfaat,” terangnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper