Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berencana menurunkan ambang batas pengenaan pajak penghasilan UMKM dari maksimal omzet Rp4,8 miliar per tahun menjadi Rp3,6 miliar per tahun. Artinya, akan semakin banyak pelaku UMKM yang akan menjadi objek pajak.
Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian Susiwijono Morgiarso menjelaskan pemerintah sedang membahas wacana penurunan ambang batas pajak pengenaan pajak penghasilan (PPh) UMKM tersebut.
Menurut Susi, beberapa kali Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah menyampaikan secara terbuka wacana tersebut ke publik. Apalagi, sambungnya, penurunan ambang batas PPh UMKM tersebut juga menjadi saran Organization for Economic Co-operation and Development (OECD).
Susi menjelaskan setidaknya ada dua alasan pemerintah berencana menurun ambang batas PPh UMKM tersebut. Intinya, agar objek pajak semakin banyak.
"Supaya threshold-nya [ambang batasnya] disesuaikan dengan beberapa praktis di beberapa negara. Demikian juga untuk masalah keadilan dan perluasan tax space-nya [cakupan basis pajaknya]," ujar Susi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (17/12/2024).
Di samping itu, dia mengingatkan bahwa pemerintah juga sudah memutuskan untuk memperpanjang PPh final 0,5% untuk UMKM sampai dengan tahun depan atau 2025.
Baca Juga
Menurutnya, pemerintah sedang merancang Peraturan Pemerintah (PP) yang akan menjadi dasar hukum perpanjangan PPh final 0,5% UMKM dan penurunan ambang batas PPh UMKM.
"Nanti begitu hitung-hitungannya ternyata kita sepakati kebijakannya akan diturunkan threshold-nya, di regulasinya kan pasti harus dirubah nanti," jelas Susi.
Sebagai informasi, saat ini PPh final 0,5% UMKM diatur dalam Pasal 56 ayat (1) dan (2), Pasal 57 ayat (1), serta Pasal 60 ayat (5) PP No. 55/2022. Dalam beleid tersebut, usaha dari wajib pajak yang memiliki omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak akan dikenai PPh final 0,5%.
Artinya, UMKM yang sudah memiliki omzet di atas Rp4,8 miliar per tahun akan dikenai tarif PPh umum yang tarifnya progresif bagi wajib pajak orang pribadi (semakin tinggi omzetnya semakin besar pajaknya) atau tarif tunggal bagi wajib pajak badan (22%).
Sementara itu dalam laporan bertajuk OECD Economic Surveys: Indonesia November 2024, OECD menilai ambang batas PPh UMKM sebesar Rp4,8 miliar (sekitar US$300.000) masih terlalu tinggi. Disebutkan, ambang batas tersebut lebih tinggi dari kebanyakan negara-negara OECD bahkan Thailand dan Filipina (sekitar US$50.000).
Oleh sebab itu, OECD merekomendasikan agar pemerintah Indonesia menurunkan ambang batas PPh UMKM tersebut agar penerimaan perpajakan semakin optimal. Dengan demikian, OECD ingin usaha dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun juga dikenai pajak—namun ambang batasnya terserah pemerintah.
"Menurunkan ambang batas kewajiban pajak serta mengurangi jumlah sektor yang tidak kena kewajiban pajak akan meningkat penerimaan perpajakan," tulis laporan OECD tersebut, dikutip Selasa (17/12/2024).