Bisnis.com, JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masih menghitung potensi untuk melakukan hilirisasi batu bara usai membentuk PT BUMN alias PT Berkah Usaha Muamalah Nusantara.
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf mengatakan, badan usaha tambang yang dikelola oleh koperasi NU itu dibentuk usai mengantongi izin pengelolaan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) seluas 25.000-26.000 hektare (ha) di Kalimantan Timur.
Terkait rencana hilirisasi, Yahya mengaku belum sampai berpikir tentang bagaimana desain pengembangan dari usaha tersebut. Sebab, saat ini NU belum benar-bener melakukan penambangan.
"Tentu saja itu [hilirisasi] nanti tergantung bagaimana kalkulasi mengenai investasi bisnis yang bisa dijalankan," kata Yahya dalam konferensi pers secara virtual dikutip Selasa (7/1/2024).
Dia pun memastikan hilirisasi jangan sampai membuat bisnis tambang NU rugi. Oleh karena itu, NU masih akan tetap melakukan kajian.
"Jangan sampai lah kita bisnis selalu seolah-olah dapat konsesi lalu NU rugi kan, ya jangan sampai. Tentu saja harus tetap ada keuntungan dan pengembangannya bagaimana," jelasnya.
Baca Juga
Yahya menuturkan, NU tengah menyiapkan proses eksplorasi. Setelah itu, NU akan secara efektif mengeruk batu bara. Di sisi lain, NU juga sedang melakukan studi lingkungan sebagaimana dipersyaratkan oleh negara.
"Nah, tentu saja nanti kami akan mengikuti alur yang ada itu karena ini sudah izinnya sudah diberikan kepada kami. Semua akan kami penuhi," jelas Yahya.
Selain itu, NU juga masih mencari investor untuk membiayai biaya reklamasi sebagai syarat pengoperasian tambang.
"Pemerintah sudah ada aturan tentang itu sebelum mulai itu kami diwajibkan menyetor uang jaminan reklamasi jumlahnya besar, maka kami harus cari investor yang bisa membantu kami melakukan pendanaan itu nantinya," ucap Yahya.
Dia menjelaskan, dana jaminan reklamasi itu tidak akan hilang. Nantinya, uang tersebut akan disetorkan kepada pemerintah dan pada ujungnya tetap digunakan untuk membiayai reklamasi pascatambang.
Menurutnya, hal ini merupakan keniscayaan untuk menjamin tetap terjaganya lingkungan.
"Itu secara otomatis dijalankan. kalau nggak jalan itu jadi masalah hukum, memang ada kewajiban untuk itu [reklamasi], memang harus dijalankan," ucap Yahya.
Sebelumnya, Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) resmi menerbitkan beleid yang mengatur soal pemberian WIUPK kepada badan usaha yang dimiliki organisasi kemasyarakatan atau ormas keagamaan.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Berdasarkan catatan Bisnis, lahan pertambangan yang diberikan pemerintah kepada pihak PBNU adalah lahan pertambangan eks perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) milik PT Kaltim Prima Coal (KPC).
KPC merupakan salah satu entitas tambang batu bara PT Bumi Resources Tbk. (BUMI), emiten milik Grup Bakrie yang kini dikendalikan bersama-sama dengan Grup Salim.