Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelaku Industri Karet Tolak Perpanjangan Masa Simpan Devisa Hasil Ekspor SDA

Kinerja komoditas karet dinilai sedang lesu sehingga industri memerlukan bantuan penyelamatan dari hulu ke hilir. Perlu insentif jika perpanjangan DHE berlaku.
Getah pohon karet sebagai bahan baku berbagai produk karet. / Istimewa
Getah pohon karet sebagai bahan baku berbagai produk karet. / Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri karet alam menyatakan penolakan atas rencana pemerintah untuk memperpanjang masa simpan devisa hasil ekspor sumber daya alam dari minimal tiga bulan menjadi minimal satu tahun. 

Ketua Umum Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) Aziz Pane meminta pemerintah memikirkan ulang wacana tersebut. Apalagi, sambungnya, industri karet alam sedang tidak baik-baik saja dalam beberapa tahun terakhir.

"Penurunan kinerja komoditas karet akibat dari pendapatan petani karet yang rendah dan tidak bisa bersaing dengan komoditas lain. Pemangku kepentingan terutama negara perlu hadir untuk penyelamatan industri hulu-hilir karet," ujar Aziz dalam keterangannya, Selasa (14/1/2025).

Aziz mencontohkan produksi karet mencapai 3.680 ton pada 2017. Pada 2024, produksi karet tinggal 2.167 ton atau turun hingga 1.513 ton dibandingkan realisasi 2017.

Sejalan, ekspor produk karet alam mencapai 3.276 ton pada 2017. Pada 2024, ekspor hanya 1.654 ton atau turun hingga 1.622 ton dibandingkan realisasi 2017.

Bahkan, sambungnya, jumlah pabrik vrumb rubber yang berpotensi sebanyak 152 unit pada 2017. Pada 2024, yang beroperasi tinggal 99 unit.

Oleh sebab itu, Dekarindo menolak keras wacana pemerintah memperpanjang jangka waktu penyimpanan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA). Menurutnya, wacana tersebut malah semakin buat industri perkaretan nasional lumpuh.

Jika pemerintah tetap ingin memperpanjang masa simpan DHE SDA maka Dekarindo memberi dua usulan agar dipertimbangkan.

"Pertama, khusus untuk DHE SDA komoditas karet hanya dikenakan ketentuan wajib memasukan [repatriasi] dalam Sistem Keuangan Indonesia/SKI tanpa kewajiban retensi," ujar Aziz.

Kedua, menaikkan nilai nominal minimal DHE retensi dari US$250.000 menjadi US$500.000 per pemberitahuan pabean ekspor (PPE).

Aziz mengingatkan industri perkaretan nasional merupakan sumber kehidupan bagi lebih dari 10 juta penduduk Indonesia, yang terdiri dari petani dan keluarganya serta para pedagang dan karyawan.

"Petani dan pelaku usaha karet berharap pemerintah dapat mengkaji lagi ketentuan ini, untuk melindungi seluruh warganya," tutupnya.

Diberikan sebelumnya, rencana memperpanjang masa simpan DHE menjadi minimal satu tahun diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Saat ini, kebijakan wajib simpan DHE minimal tiga bulan sebesar 30% dari total ekspor. Eksportir wajib memasukkan dan menempatkan DHE tersebut ke dalam sistem keuangan Indonesia dengan rekening khusus.

"[DHE] akan lebih panjang [masa simpannya] minimal 1 tahun," ujar Airlangga di kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (8/1/2025).

Pemerintah, tambahnya, tengah menyiapkan tambahan insentif bagi para eksportir untuk kompensasi perpanjang masa simpan DHE tersebut.

"Kami sedang persiapkan dengan BI [Bank Indonesia] dan perbankan. Insentifnya [bakal] menarik," kata Airlangga.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper