Bisnis.com, JAKARTA — Uni Eropa akan melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk mematuhi hasil keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Dunia atau Dispute Settlement Body World Trade Organization/DSB WTO yang memenangkan Indonesia dalam sengketa diskriminasi produk kelapa sawit.
Wakil Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam Stephane Mechati mengatakan pihaknya telah menerima hasil laporan dari WTO tersebut. Mechati pun mengatakan Uni Eropa akan melakukan langkah-langkah penyesuaian yang diperlukan sesuai dengan hasil laporan WTO.
"Kami sepenuhnya memahami pernyataan dari panel WTO dan akan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mematuhi hasil laporan itu sepenuhnya," kata Mechati di Kediaman Duta Besar Polandia untuk Indonesia di Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Mechati menuturkan, pihaknya akan menyepakati kerangka waktu untuk melakukan penyesuaian tersebut. Namun, dia tidak memperinci lebih lanjut terkait kapan penyesuaian tersebut akan mulai dilaksanakan.
Di sisi lain, dia mengatakan pihak WTO mengakui usulan Uni Eropa untuk memperhitungkan hubungan perdagangan yang sejauh ini belum sepenuhnya terintegrasi, seperti pada masalah keamanan atau kesehatan. Mechati juga menyoroti sikap WTO yang juga menegaskan legitimasi untuk mempertimbangkan lingkungan dan keberlanjutan dalam pengaturan hubungan perdagangan internasional
"Kami sepenuhnya memahami pernyataan WTO dan kami akan mematuhi aturannya, itulah yang penting," kata Mechati.
Baca Juga
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyampaikan pemerintah menyambut baik Putusan Panel WTO pada 10 Januari 2025 lalu pada sengketa dagang terkait kelapa sawit yang telah diperjuangkan beberapa tahun silam.
"Pemerintah Indonesia menyambut baik Putusan Panel WTO pada sengketa dagang sawit dengan Uni Eropa yang dikaitkan dengan isu perubahan iklim, sebagai dasar agar Uni Eropa tidak sewenang-wenang dalam memberlakukan kebijakan yang diskriminatif," ujarnya.
Secara umum, Panel WTO menyatakan bahwa Uni Eropa (UE) melakukan diskriminasi dengan memberikan perlakuan yang kurang menguntungkan terhadap biofuel berbahan baku kelapa sawit dari Indonesia dibandingkan dengan produk serupa yang berasal dari UE seperti rapeseed dan bunga matahari.
Uni Eropa juga terbukti membedakan perlakuan dan memberikan keuntungan lebih kepada produk sejenis yang diimpor dari negara lain seperti kedelai.
Selain itu, Panel WTO menilai UE gagal meninjau data yang digunakan untuk menentukan biofuel dengan kategori alih fungsi lahan kelapa sawit berisiko tinggi (high ILUC-risk) serta ada kekurangan dalam penyusunan dan penerapan kriteria serta prosedur sertifikasi low ILUC-risk dalam Renewable Energy Directive (RED) II.
Oleh karena itu, UE diwajibkan untuk menyesuaikan kebijakan di dalam Delegated Regulation yang dipandang Panel melanggar aturan WTO.
Selanjutnya, berdasarkan peraturan WTO, jika tidak ada keberatan dari para pihak yang bersengketa, panel report akan diadopsi dalam kurun waktu 20—60 hari setelah disirkulasikan kepada Anggota WTO.