Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

100 Hari Kabinet Merah Putih, Indef: Suku Bunga Tinggi dan Rupiah Jadi PR Prabowo

Suku bunga acuan masih sulit bertransmisi ke suku bunga bank juga tekanan nilai tukar rupiah perlu menjadi perhatian pemerintahan Prabowo-Gibran.
Prabowo Subianto menyapa pendukung saat kampanye akbar Pasangan Capres 2024 Prabowo-Gibran di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Sabtu (10/2/2024). / Bisnis-Himawan L Nugraha
Prabowo Subianto menyapa pendukung saat kampanye akbar Pasangan Capres 2024 Prabowo-Gibran di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Sabtu (10/2/2024). / Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Memasuki 100 hari pertama pemerintahan Kabinet Merah Putih, masalah suku bunga yang masih tinggi dan nilai tukar rupiah yang masih lemah menjadi pekerjaan rumah Prabowo ke depannya.

Peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengungkapkan meski capaian inflasi dijaga rendah di awal pemerintahannya, tetapi suku bunga acuan BI Rate masih tinggi.

Sekalipun Bank Indonesia (BI) telah mulai melakukan pemangkasan pada akhir 2024, nyatanya hal tersebut tidak langsung tertransmisikan ke suku bunga kredit di perbankan.

"Lagi-lagi permasalahan yang dihadapi negara ini adalah sulitnya suku bunga acuan itu bertransmisi ke suku bunga perbankan karena memang persoalannya sangat kompleks, dari sisi oligopoli maupun ekses likuditas di perbankan," ujarnya dalam Diskusi Publik 100 hari Asta Cita Ekonomi, Memuaskan? pada Rabu (29/1/2025).

Secara umum, tren BI Rate menurun dalam 20 tahun terakhir. Kala itu BI Rate sempat menyentuh lebih dari 12% pada masa krisis keuangan 2007—2008.

Sementara membandingkan dengan periode kedua pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) atau pada kuartal IV/2019, kala itu BI Rate terjaga di level 5%.

Bersamaan dengan hal tersebut, Abdul Manap menyoroti nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih sangat tertekan.

Melihat setiap periode kepemimpinan sejak masa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hanya pada 2009 dan 2019 rupiah dapat lebih rendah dari asumsi APBN.

Sementara pada 2024, rupiah melesat ke Rp16.200an per dolar AS ketika asumsi pemerintah terhadap rupiah hanya Rp15.000 per dolar AS.

"Ini menggambarkan bahwa persoalan yang dihadapi nilai tukar ini bukan hanya persoalan yang temporal tapi ini fundamental. Itu yang harus diatasi oleh pemerintahan Pak Prabowo ini agar nilai tukar ini bisa lebih strong," tuturnya.

Pemerintah sendiri realistis dalam asumsi dasar ekonomi makro APBN 2025 memasang target rupiah sebesar Rp16.000 per dolar AS. Berbeda dengan BI yang lebih optimistis, dengan target rata-rata rupiah sepanjang 2025 mampu sebesar Rp15.285 per dolar AS.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper