Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menanti 'Balasan' China Terhadap Kebijakan Tarif Trump

Pemerintah China belum menujukkan respons pembalasan yang nyata setelah pemberlakuan tarif oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Ilustrasi bendera China dan Amerika Serikat (AS). / Reuters-Dado Ruvic-illustration
Ilustrasi bendera China dan Amerika Serikat (AS). / Reuters-Dado Ruvic-illustration

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah China belum menujukkan respons pembalasan yang nyata setelah pemberlakuan tarif oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.

Melansir Bloomberg pada Senin (3/2/2025), Trump telah mengumumkan pemberlakuan retribusi sebesar 10% terhadap China, dan 25% bea masuk pada Kanada dan Meksiko pada Sabtu (1/2/2025) lalu atas dugaan kegagalan mereka dalam mencegah migran tidak berdokumen dan obat-obatan terlarang masuk ke AS. 

Dalam beberapa jam, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengumumkan tarif balasan sebesar 25% terhadap barang-barang AS senilai US$107 miliar, sementara pemimpin Meksiko Claudia Sheinbaum menjanjikan pungutan balasan. 

Reaksi China – yang terjadi di tengah liburan Tahun Baru Imlek selama seminggu – lebih tenang, seperti yang biasa terjadi pada masa jabatan pertama Trump. Kementerian Perdagangan mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan ketidakpuasan yang kuat dan berjanji akan melakukan tindakan penanggulangan yang sesuai, tanpa menjelaskan lebih lanjut. 

Selain itu, China berjanji untuk mengajukan pengaduan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan meminta AS untuk mengelola perbedaan atas dasar kesetaraan, saling menguntungkan dan saling menghormati.

Dengan tarif Trump yang akan mulai berlaku tepat setelah tengah malam pada Selasa (4/2/2025) mendatang, Xi memiliki serangkaian alat untuk merespons di luar tarif timbal balik. 

Ekonom Senior Natixis SA Gary Ng menuturkan pilihan kebijakan tersebut mencakup pengendalian ekspor mineral penting dan pembatasan akses pasar ke beberapa perusahaan Amerika Serikat.

Serangkaian undang-undang yang disahkan sejak masa jabatan pertama Trump memberi China kekuasaan lebih besar atas kesepakatan bisnis domestik atas nama keamanan nasional.

Meski begitu, situasi yang dihadapi China juga lebih rumit dibandingkan dengan perang dagang pertama, baik di dalam maupun luar negeri. 

Tidak seperti sebelumnya, ketika China menjadi target utamanya, Trump kini menyerang sekutunya dengan tarif yang lebih tinggi – dengan kemungkinan yang lebih besar, termasuk terhadap Uni Eropa. Hal ini memberi China peluang untuk memperkuat hubungan dagang dengan negara lain, dan dapat membantu eksportir mempertahankan keunggulan kompetitif.

Perekonomian domestik China juga menghadapi situasi yang lebih genting. Bloomberg Economics memperkirakan pungutan awal yang dikenakan Trump dapat mengurangi 40% ekspor barang China ke AS, sehingga membahayakan 0,9% produk domestik bruto Negeri Tirai Bambu tersebut. 

Ekspor telah memberikan kontribusi besar dalam mendorong pertumbuhan seiring pemerintahan Xi yang mendorong sektor manufaktur untuk mengimbangi penurunan di sektor properti. 

Sebelum diberlakukannya tarif, para ekonom mengharapkan lebih banyak belanja fiskal untuk mengimbangi tekanan deflasi dan meningkatkan belanja konsumen – dan sekarang akan menjadi lebih penting bagi Beijing untuk mengambil langkah tersebut.

“Saya pikir China belum membuat keputusan akhir untuk membalas atau tidak – mereka mengatakan akan mengambil tindakan balasan, yang menurut saya tidak mengesampingkan tarif. Negosiasi perdagangan antara China dan AS akan membutuhkan proses yang panjang. Ini baru permulaan," ujar presiden dan kepala ekonom di Pinpoint Asset Management, Zhiwei Zhang.

China biasanya hanya mengambil tindakan balasan terhadap tindakan perdagangan luar negeri setelah tarif menjadi undang-undang, sehingga membuka peluang singkat untuk negosiasi tertutup. 

Adapun, Xi dan Trump telah berjanji untuk terus melakukan perundingan setelah pembicaraan telepon bulan lalu. Trump juga telah mengeluarkan beberapa komentar yang menunjukkan bahwa dia terbuka terhadap kesepakatan yang lebih luas dengan China, termasuk permintaan agar Xi membantu mengakhiri perang Rusia di Ukraina.

Salah satu tanda dari reaksi kebijakan China adalah kuatnya penetapan yuan berikutnya, tulis Brad Setser, peneliti senior di Dewan Hubungan Luar Negeri dan mantan pejabat Departemen Keuangan AS pada masa kepresidenan Barack Obama, di X. Pasar China telah ditutup karena liburan tahun baru imlek dan kembali dibuka pada Rabu (5/2/2025).

Tonggak Sejarah Yuan

Sementara itu, nilai yuan menembus tonggak psikologis 7,3 per dolar AS untuk pertama kalinya sejak akhir tahun 2023 pada bulan lalu. Hal tersebut merupakan indikasi bahwa pemerintah berpotensi membiarkan mata uang  terdevaluasi untuk menguntungkan ekspor.

DFirektur senior GeoEconomics Center di Atlantic Council Josh Lipsky menyebut sebagian besar kenaikan tarif dapat diserap melalui nilai tukar. 

“Itulah salah satu alasan mengapa retorika Beijing akan tajam, namun pembalasan ekonominya berpotensi lebih tidak terdengar,” katanya.

Perintah eksekutif Trump meminta Partai Komunis China untuk memanfaatkan jaringan pengawasan domestik paling canggih di dunia untuk menghentikan organisasi kriminal yang memfasilitasi aliran obat-obatan terlarang. Apa sebenarnya yang diperlukan dalam hal ini tidak disebutkan secara spesifik, sehingga Xi tidak memiliki jalur yang jelas untuk mencabut tarif. 

China telah berjanji untuk menindak perusahaan-perusahaan kimia dalam negeri untuk membendung aliran fentanil ke AS dan bahan baku yang digunakan untuk membuat opioid sintetis yang mematikan.

Kebijakan tarif Trump ini juga diprediksi masih merupakan tahap awal. Dia telah menggaungkan tarif terhadap China sekitar 60% selama masa kampanye.

Dia juga telah memerintahkan penyelidikan terhadap kepatuhan negara tersebut terhadap kesepakatan yang dicapai selama perang dagang pertama Trump. Hal ini akan jatuh tempo pada tanggal 1 April, dan kemungkinan besar Beijing akan gagal memenuhi komitmennya untuk membeli barang-barang AS senilai US$200 miliar.

Kesepakatan yang disebut Fase Satu ini menunjukkan seberapa jauh China bisa bertindak secara politik, terutama ketika menyangkut tuntutan AS untuk mengubah undang-undang tertentu. 

Pada saat yang sama, negosiasi-negosiasi tersebut menunjukkan bahwa China berhati-hati untuk tidak terlalu merugikan diri sendiri ketika melakukan serangan balik.

“Secara politis, China perlu merespons dengan cara tertentu,” tulis Chang Shu dan David Qu dari Bloomberg Economics dalam sebuah laporan.

Shu dan Qu menyebut, tantangan bagi China adalah upaya untuk mengkalibrasi tindakannya agar dapat menegaskan tujuannya sambil menghindari tindakan saling balas yang akan menghancurkan perdagangan pada saat yang kritis bagi pemulihan ekonomi China.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper