Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Bagong Suyanto

Guru Besar Sosiologi Ekonomi FISIP Universitas Airlangga

Lihat artikel saya lainnya

Opini : Penghematan Anggaran untuk Siapa?

Presiden dalam berbagai kesempatan meminta pemerintah daerah mengurangi anggaran perjalanan dinas hingga 50%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dok ANTARA
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dok ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA - Gerakan efi­­­­sien­­­si dan pen­g­­­hematan ang­­garan kini tengah di­­­gaungkan pemerintah. Presiden Prabowo Subianto meng­­­instruksikan seluruh lembaga kementerian, badan, dan pemerintah daerah untuk mengurangi anggaran belanja.

Anggaran belanja yang dikurangi adalah bersifat seremonial, kajian, studi banding, pub­­­likasi, seminar dan focus group discussion yang tidak perlu. Instruksi ini berlaku sejak 22 Januari 2025.

Instruksi Presiden (Inpres) No. 1/2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 meminta Gubernur, Bupati, dan Wali Kota untuk membatasi belanja honorarium.

Presiden dalam berbagai kesempatan meminta pemerintah daerah mengurangi anggaran perjalanan dinas hingga 50%. Pemerintah daerah juga diinstruksikan mengurangi pos-pos belanja yang tidak memiliki output terukur.

Selain itu, pemerintah daerah juga diminta lebih selektif dalam memberikan hibah langsung kepada kementerian dan lembaga, baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa.

Pemerintah daerah juga diperintah Presiden agar benar-benar memfokuskan anggaran pada target kinerja pelayanan publik, bukan pada pemerataan antar perangkat daerah. Target pemerintah, dengan melakukan penghematan anggaran ini diharapkan dari APBN dan APBD akan dapat diperoleh minimal Rp 306,69 triliun.

FAKTOR

Di tengah kondisi APBN dan APBD yang tidak optimal, instruksi Presiden agar dilakukan penghematan anggaran memang tidak terhindarkan. Warisan beban utang luar negeri di era pemerintahan Joko Widodo, dan kondisi perekonomian yang sedang bermasalah menyebabkan ruang gerak pemerintahan Prabowo Subianto cenderung tidak leluasa.

Kewajiban Prabowo untuk memenuhi janji-janji politik selama kampanye membuat kebutuhan anggaran untuk membiayai program-program pembangunan prioritas menjadi penting.

Pada saat kondisi APBN dan APBD sedang sehat, seberapa pun banyak anggaran yang dibutuhkan tidak menjadi masalah. Tetapi, lain soal ketika ketersediaan dana APBN dan APBD ternyata tidak seperti diinginkan. Keputusan pemerintah menunda penerapan pengenaan PPN 12%, kondisi devisa yang sedang tidak baik-baik saja, dan kondisi ekonomi masyarakat yang sedang bermasalah mau tidak mau mengharuskan pemerintah harus memanfaatkan dana APBN dan APBD seefisien dan seefektif mungkin.

Tanpa didukung penghematan anggaran, pemerintah bisa dipastikan akan kesulitan untuk membiayai program-program prioritas yang dijanjikan. Tetapi, pertanyaannya kemudian sejauh mana instruksi Presiden tentang penghematan anggaran ini akan berjalan seperti yang diharapkan

Sejumlah faktor penyebab kenapa masih ditemui penggunaan anggaran pembangunan yang tidak efisien dan efektif adalah:

Pertama, masih sering terjadi kebocoran anggaran yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan pribadi pejabat dan kelompok kepentingan tertentu daripada dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat dan negara. Lebih dari sekadar inefisiensi, dalam praktik kerap ditemui berbagai kasus korupsi dan kebocoran anggaran yang luar biasa besarnya.

Seperti bisa disimak dalam pelbagai pemberitaan, kasus-kasus korupsi yang melibatkan ASN dan pejabat umumnya nilainya sangat fantastis. Hingga saat ini, berapa banyak kebocoran uang rakyat yang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi penguasa? Sepanjang praktik-praktis culas masih dibiarkan terjadi, niscaya instruksi penghematan anggaran hanya menjadi macam di atas kertas.

Kedua, kurangnya pengawasan yang benar-benar tegas, konsisten dan berkelanjutan. Selama ini, diakui atau tidak, mekanisme dan pelaksanaan pengawasan yang dilakukan pelbagai lembaga ke kementerian, lembaga, badan dan pengelola anggaran pembangunan seringkali masih rawan terkontaminasi kepentingan dan kekuasaan.

Sebuah daerah yang dinyatakan statusnya WTP, misalnya, tiba-tiba publik dikejutkan dengan berita penangkapan pimpinan daerah atau lembaga yang memiliki status WTP itu. Fakta ini, jelas memperlihatkan bahwa masih sering terjadi kongkalikong dan praktik-praktik culas untuk menyiasati pengawasan.

Ketiga, berkaitan dengan mekanisme evaluasi untuk menilai sejauh mana sebuah program dinyatakan berhasil sesuai dukungan pendanaan yang tersedia. Selama ini, evaluasi keberhasilan sebuah program harus diakui masih lebih banyak pada akuntabilitas dari sisi administrasi pelaporan daripada benar-benar mengacu pada pengukuran kinerja dan dampak yang nyata dari program yang dibiayai APBN maupun APBD.

Model evaluasi yang dipraktikkan umumnya masih berkutat pada prosedur, tetapi bukan melihat efektivitas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Padahal, dengan mengetahui kinerja dan dampak program-program pembangunan yang digulirkan, pemerintah akan dapat mengetahui apakah ada program yang tidak efisien atau tidak memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat sebagai kelompok sasaran program.

TUJUAN

Melakukan penghematan dan meningkatkan efisiensi anggaran merupakan hal yang sangat penting untuk menghindari pemborosan dan penyalahgunaan anggaran yang dapat merugikan masyarakat. Namun demikian, untuk memastikan instruksi penghematan anggaran dapat berjalan sukses harus diakui bukan hal yang mudah.

Keputusan pemerintah yang tetap menggelontorkan paket stimulus fiskal bagi masyarakat dan dunia usaha, khususnya program padat karya dan insentif bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), tentu akan membuat APBN makin tertekan.

Menurut kalkulasi, anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah untuk membiayai 12 paket stimulus adalah sekitar Rp30 triliun—Rp40 triliun.

Di luar itu, ada pula insentif PPN senilai Rp265,5 triliun yang akan diberikan pemerintah melalui pembebasan dan pengecualian pungutan PPN bagi UMKM dan jenis barang/jasa tertentu. Bisa dibayangkan, berapa besar dana yang bakal digelontorkan pemerintah untuk membiayai program-program yang telah dijanjikan.

Secara objektif harus diakui bahwa kondisi APBN kita sedang kurang sehat, dan keputusan pemerintahan Prabowo untuk menggulirkan berbagai program baru yang sifatnya populis-karitatif menyebabkan APBN kita makin tertekan.

Dari segi manajemen resiko, hasil penghematan anggaran yang melulu dimanfaatkan untuk membiayai program-program unggulan yang populis sebaiknya tidak dilakukan, karena saat ini yang penting adalah bagaimana hasil efisiensi anggaran itu bisa digunakan secara bijak untuk menyehatkan APBN dan menjaga defisit APBN tetap di batas sehat.

Perlu disadari bahwa penghematan dan efisiensi APBN bukanlah tujuan akhir dari pengelolaan keuangan negara, melainkan merupakan alat untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan sekaligus mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik.

Perencanaan yang komprehensif, pengawasan yang kuat, dan koordinasi yang solid menjadi agenda yang penting dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan APBN. Dengan demikian, pengelolaan APBN yang baik akan mampu menciptakan perekonomian yang stabil, pembangunan yang berkelanjutan, serta kesejahteraan masyarakat yang meningkat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper