Bisnis.com, PADANG - Pengamat ekonomi dari Universitas Andalas Syafruddin Karimi mengatakan pemerintah daerah perlu bertindak proaktif menyikapi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.56 Tahun 2025 yang mengatur mekanisme efisiensi transfer ke daerah (TKD).
Dia menjelaskan dari PMK No.56/2025 itu dampak ke ekonomi dan otonomi daerah terasa melalui pelemahan efek pengganda belanja yang tertunda, terutama pada proyek infrastruktur dan rantai pasok lokal. Artinya, daerah akan melihat kebijakan efisiensi TKD ini sebagai sinyal disiplin fiskal sekaligus risiko terhadap kepastian arus kas.
Menurutnya di satu sisi, ruang pemotongan jelas, TKD untuk infrastruktur, otonomi khusus/keistimewaan, TKD yang belum dirinci per daerah, serta TKD non-layanan dasar pendidikan dan kesehatan.
Kemudian di sisi lain, hasil efisiensi itu dicadangkan dan tidak otomatis turun ke kas daerah, kecuali ada arahan Presiden, sehingga perencanaan APBD menjadi lebih bergantung pada keputusan pusat dan waktu eksekusi prioritas nasional.
“Ini mendorong kehati-hatian, tetapi juga menuntut kesiapan proyek yang benar-benar matang agar berpeluang mendapatkan kembali pendanaan saat ada arahan,” katanya, Selasa (12/8/2025).
Syafruddin menyampaikan dampak ke ekonomi dan otonomi daerah terasa melalui pelemahan efek pengganda belanja yang tertunda, terutama pada proyek infrastruktur dan rantai pasok lokal.
Baca Juga
Penahanan dana efisiensi dan opsi pergeseran ke Sub BA BUN Belanja Lainnya berarti kontraktor, UMKM pemasok, dan lapangan kerja lokal menghadapi jeda realisasi, sementara pemerintah pusat dapat mengkonsolidasikan anggaran untuk prioritas Presiden.
“Secara tata kelola, ini mengurangi diskresi daerah dalam jangka pendek, meski aturan menyatakan efisiensi mempertimbangkan tugas, fungsi, dan kewenangan daerah,” ujarnya.
Dikatakannya keseimbangan antara koordinasi nasional dan kemandirian fiskal daerah akan sangat ditentukan oleh seberapa cepat arahan presiden turun dan mekanisme pergeseran serta pembukaan kembali pendanaan berjalan.
Oleh karena itu, dia menyarankan untuk pemerintah daerah agar perlu bertindak proaktif, lakukan reprioritisasi APBD untuk menjaga layanan dasar, bangun skenario kas konservatif, dan percepat hanya paket pekerjaan yang benar-benar siap (DOK lengkap, lahan bebas, desain final) agar layak didanai ketika ada arahan.
“Segera sesuaikan sisi pendapatan transfer sesuai rincian alokasi baru dari Menkeu dan revisi dokumen anggaran, sambil menata ulang kontrak dan termin pembayaran agar risiko likuiditas pelaksana lokal tetap terkendali,” sebutnya.
Lebih lanjut, Syafruddin menegaskan perkuat koordinasi dengan DJPK/DJA untuk mengklarifikasi status TKD yang dicadangkan, siapkan portofolio proyek prioritas yang mendukung agenda nasional, dan tingkatkan PAD untuk meredam volatilitas transfer pusat.
“Jadi Strategi ini menjaga layanan ke publik tetap berjalan sekaligus memaksimalkan peluang mendapatkan kembali pendanaan saat pintu dibuka melalui arahan presiden,” tutupnya.