Bisnis.com, JAKARTA – Dalam 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, realisasi KPR Subsidi oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah mencapai 93.484 unit rumah.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait dalam sambutannya di Kantor Kadin Indonesia, Jakarta Selatan, Kamis (6/2/2025).
“Datanya dari Tapera, sudah 93.000 [unit rumah] dari 20 Oktober 2024 - 5 Februari 2025,” kata Ara, Kamis (6/2/2025).
Dalam paparan yang disampaikan Ara, total KPR subsidi yang telah terealisasi itu terdiri atas realisasi KPR FLPP sebanyak 37.955 unit dan realisasi akad dari BP Tapera khusus ASN sebanyak 1.384 unit.
Kemudian, sebanyak 32.130 unit dalam proses persetujuan akad kredit, 11.783 unit rumah ready stock atau selesai dibangun tetapi belum akad, dan 10.232 unit dalam proses pembangunan atau konstruksi.
Masih dalam paparannya, sejumlah Bank tercatat menjadi penyalur KPR FLPP. Diantaranya, BTN sebanyak 23.306 unit, BTN Syariah 5.100 unit, BNI 2.172 unit, BRI 1.935 unit, dan bank-bank lainnya sebanyak 10.088 unit.
Baca Juga
Dalam catatan Bisnis, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan siap mendukung pembiayaan penyaluran perumahan untuk menyukseskan program 3 juta rumah yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Erick menuturkan, program tersebut memang difokuskan pada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Untuk itu, dirinya bakal menginstruksikan Himpunan Bank milik Negara (Himbara) untuk dapat berkontribusi secara optimal.
“Yang pasti kan kita support daripada tarif payment cicilan KPR-nya. Karena pasti kan nyicil. Nah, apalagi kemarin program itu kan fokus di menengah bawah, berarti pasti dan ada hubungan yang kami,” jelasnya dalam Konferensi Pers di Kantor Kementerian BUMN, Selasa (21/1/2025).
Meski siap mendukung pembiayaan secara penuh, Erick tetap mewanti-wanti agar Himbara tetap memperhatikan profil risiko penyaluran KPR tersebut.
Salah satu yang perlu menjadi perhatian khusus yakni mengenai profil mitra developer. Hal itu guna menghindari adanya temuan sertifikat bermasalah yang bakal mengganggu laju bisnis Himbara akibat meningkatnya kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL).