Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lapor Pajak Tak Harus Lewat Coretax, WP Ungkap Kebingungan 'Baru'

Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) meminta Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan setelah memberi kelonggaran pelaporan lewat 2 sistem.
Coretax/DJP
Coretax/DJP

Bisnis.com, JAKARTA — Ikatan Wajib Pajak Indonesia alias IWPI mendesak Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan regulasi dan panduan yang jelas usai diputuskan administrasi perpajakan menggunakan sistem coretax dan sistem e-faktur dan e-filing.

Ketua Umum IWPI Rinto Setiyawan menilai keputusan untuk menggunakan dua sistem administrasi perpajakan berpotensi menimbulkan setidaknya tiga dampak negatif. Pertama, kebingungan dalam penggunaan.

"Tanpa regulasi dan panduan yang jelas, wajib pajak mungkin bingung mengenai prosedur yang harus diikuti termasuk pemilihan sistem yang tepat untuk jenis pelaporan tertentu," ujar Rinto kepada Bisnis, Selasa (11/2/2025).

Apalagi, sambungnya, sebagian besar wajib pajak akan sulit melakukan penyesuaian di e-Faktur (sistem lama) yang belum mudah untuk menghitung Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain.

DPP Nilai Lain sendiri merupakan konsekuensi penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 131/2024 yang mengatur kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) terbaru. Meski tarif PPN tetap tunggal sebesar 12% namun DPP-nya dibedakan menjadi dua yaitu 12% (untuk barang mewah) dan 11% (untuk barang/jasa lainnya).

Kedua, perbedaan data dan sinkronisasi. Rinto meyakini penggunaan dua sistem dapat menyebabkan inkonsistensi data apabila tidak ada mekanisme sinkronisasi yang efektif sehingga berpotensi menimbulkan masalah dalam audit atau pemeriksaan pajak di masa depan.

"Kalau lawan transaksi pakai e-Faktur, kemudian kita pakai Coretax, maka datanya masih perlu disinkronkan karena perbedaan nomor faktur. Begitu juga sebaliknya," jelasnya.

Ketiga, timbulnya beban administratif tambahan. Rinto menjelaskan bahwa kini wajib pajak perlu mengalokasikan waktu dan sumber daya lebih untuk memahami dan mengoperasikan kedua sistem sehingga meningkatkan beban administratif.

Di samping itu, dia meyakini juga akan ada dua dampak positif akibat penggunaan dua sistem administrasi perpajakan. Pertama, adanya feksibilitas dalam pelaporan.

"Wajib pajak memiliki opsi untuk memilih sistem yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kenyamanan mereka, terutama jika salah satu sistem mengalami gangguan," ungkapnya.

Kedua, mitigasi risiko teknis. Rinto mengungkapkan jika salah satu sistem mengalami masalah teknis maka wajib pajak dapat beralih ke sistem lainnya untuk memastikan kewajiban perpajakan tetap terpenuhi tanpa hambatan.

Dia pun menyimpulkan agar Direktorat Jenderal Pajak segera mengeluarkan pedoman resmi yang komprehensif. Pedoman itu, sambungnya, harus mencakup prosedur operasional, mekanisme sinkronisasi data, dan penjelasan mengenai kewajiban serta hak wajib pajak dalam menggunakan kedua sistem tersebut.

"Dengan adanya regulasi yang jelas, diharapkan proses pelaporan dan pembayaran pajak dapat berjalan lebih lancar, efisien, dan minim risiko kesalahan," tutup Rinto.

Sebagai informasi, sebelumnya Komisi XI DPR melakukan rapat dengar pendapat dengan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo untuk membahas permasalahan implementasi Coretax.

Pada rapat tersebut, Komisi XI DPR khawatir penerimaan negara terganggunya akibat permasalahan implementasi Coretax yang masih kerap ditemukan usai diluncurkan pada 1 Januari 2025.

Oleh sebab itu, Komisi XI meminta Ditjen Pajak untuk memanfaatkan kembali sistem perpajakan yang lama sebagai antisipasi agar setoran pajak tidak terganggu.

Bahkan, Dewan sempat meminta agar pengimplementasian Coretax ditunda. Kendati demikian, terjadi perbedatan.

Pada akhirnya disepakati jalan tengah yaitu Coretax tetap berjalan namun Direktorat Jenderal Pajak menerapkan sistem perpajakan yang lama seperti DJP Online hingga e-Faktur Desktop.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper