Bisnis.com, JAKARTA - Sektor padat karya dinilai menjadi kunci pemerintah untuk mewujudkan target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah mengatakan industri padat karya bisa berkontribusi terhadap target yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto tersebut.
"Semua sektor harus tumbuh bersama-sama dengan lebih baik, khususnya sektor industri yang bisa menciptakan nilai tambah yang lebih besar," ujar Piter dalam keterangannya, Kamis (13/2/2025).
Dia menyoroti pentingnya peningkatan efisiensi dan mendorong investasi yang lebih merata di berbagai sektor, termasuk dalam hal pengembangan sumber daya manusia (SDM). Selain itu, produktivitas juga harus diperbaiki, termasuk dalam hal pengembangan SDM.
Menurutnya, salah satu sektor yang dinilai memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian Indonesia adalah industri tembakau. Selain memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara, industri ini juga menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja, termasuk di sektor Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang padat karya.
Industri tembakau, lanjutnya, juga sejalan dengan visi penguatan hilirisasi pemerintahan Prabowo-Gibran karena melibatkan rantai nilai yang panjang, mulai dari petani tembakau, pengolahan, hingga distribusi dan penjualan. Hal ini menciptakan efek berganda yang besar bagi perekonomian nasional dan daerah.
Baca Juga
Industri tembakau juga memberikan kontribusi besar melalui Cukai Hasil Tembakau (CHT). Bea Cukai mencatat, penerimaan hasil tembakau menyumbang Rp216,9 triliun pada 2024 atau naik 1,6% secara tahunan.
Kontribusi itu dinilai menjadi salah satu sumber penerimaan negara yang terpenting untuk mendukung pelaksanaan dan pencapaian seluruh target dan rencana pemerintah. Dengan demikian, industri tembakau tidak hanya berperan dalam menciptakan lapangan kerja tetapi juga dalam mendukung pembangunan nasional.
Dia menuturkan kebijakan fiskal dan non-fiskal yang adil sangat penting untuk memastikan keberlangsungan industri tembakau. Langkah ini diperlukan agar industri tembakau tetap memiliki daya saing serta dapat berkontribusi terhadap penerimaan negara dan penyerapan tenaga kerja.
Namun, mewujudkan pertumbuhan di atas 5% bukanlah tugas yang mudah. Di tengah daya beli masyarakat yang menurun, pengetatan anggaran dan efisiensi yang dilakukan, serta melemahnya sektor industri, pemerintah didorong untuk memberikan stimulus berupa paket kebijakan yang bisa membangkitkan daya beli dan menyokong industri dan hilirisasi.
Hal itu dapat direalisasikan melalui program-program seperti subsidi energi, bantuan bagi UMKM, serta insentif bagi seluruh industri padat karya.