Bsnis.com, JAKARTA – Indonesia dinilai memiliki kesempatan untuk terus memperkuat ekonomi di tengah kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS) yang berisiko memengaruhi perekonomian pasar global.
Pada awal bulan ini, Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan instruksi tarif impor sebesar 25% untuk Kanada dan Meksiko, serta 10% bagi barang-barang dari China, dari rata-rata tarif tertimbang sebelumnya yang hanya 0,3%. Kebijakan ini akan berlaku 4 Februari 2025.
Ekonom KISI Asset Management, Arfian Prasetya Aji, mengatakan bahwa kebijakan tarif impor AS telah memberikan dampak signifikan terhadap kondisi perekonomian global, terutama bagi negara-negara yang terlibat dalam perdagangan dengan AS.
Menurutnya, kebijakan tersebut berpotensi memperburuk ketidakpastian ekonomi global. Kenaikan harga barang akibat tarif tambahan akan meningkatkan biaya impor ke AS, yang pada akhirnya membebani konsumen dengan harga yang lebih tinggi dan mendorong inflasi.
"Meningkatnya inflasi di AS akan mempersempit ruang bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (17/2/2025).
Dampaknya, ekspektasi terhadap US Treasury Yield diperkirakan tetap tinggi. Di Indonesia, kondisi ini membatasi ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga, meski pemangkasan lebih lanjut diperlukan guna mendukung pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga
Arfian juga menuturkan bahwa inflasi yang tinggi di AS berpotensi membuat The Fed tetap bersikap hawkish. Sebaliknya, inflasi yang rendah di Indonesia memberikan ruang bagi BI untuk mengurangi suku bunga guna mendukung pertumbuhan ekonomi domestik.
"Namun, BI perlu menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nilai tukar, mengingat nilai tukar rupiah cenderung tertekan apabila The Fed mempertahankan suku bunga tinggi," ucapnya.
Sementara itu, PMI manufaktur Indonesia mengindikasikan pemulihan sehingga diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan biaya produksi yang relatif rendah serta meningkatnya pesanan, Indonesia berpotensi meraih pertumbuhan yang lebih baik pada kuartal I/2025.
Arfian menilai bahwa dinamika kebijakan ekonomi di AS memberikan dampak signifikan terhadap pasar global, termasuk Indonesia. Namun, dengan inflasi domestik yang rendah dan peningkatan sektor manufaktur, Indonesia memiliki peluang untuk terus memperkuat ekonomi di tengah ketidakpastian global.
"Pihak terkait di Indonesia, termasuk BI dan Kementerian Keuangan, diharapkan dapat memanfaatkan ruang moneter dan fiskal yang tersedia untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas makroekonomi di 2025," pungkasnya.