Bisnis.com, JAKARTA — Publikasi data penerimaan negara, belanja, hingga utang yang terangkum dalam APBN KiTa—yang masih tertunda karena alasan padatnya jadwal menteri—menjadi penting karena beberapa alasan.
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menuturkan publikasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kinerja dan Fakta (APBN KiTa) berguna untuk memantau postur fiskal secara berkala.
“Ini cukup penting, apakah di bawah target, di atas target, ini menjadi acuan kita untuk melihat kondisi fiskal dan perekonomian terkini,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (7/3/2025).
Dengan tidak adanya publikasi dalam dua bulan terakhir, Riefky berpandangan bahwa hal tersebut justru menurunkan aspek transparansi yang ada.
Terlebih, para investor yang menempatkan uangnya di Surat Utang Negara (SUN) juga perlu mengetahui dan melakukan penilaian atau evaluasi terhadap kondisi perekonomian Tanah Air saat ini.
Melansir dari laman resmi Kemenkeu, APBN Kita adalah publikasi Kementerian Keuangan bulanan yang bertujuan untuk menginformasikan masyarakat mengenai kinerja pendapatan, belanja, dan pembiayaan negara sebagai bentuk tanggung jawab publik dan transparansi fiskal.
Baca Juga
Riefky berpandangan bahwa tanpa adanya transparansi dan keterbukaan publik dari APBN KiTa, maka investor hanya dapat berspekulasi dengan realisasi seadanya.
“Jadi ada informasi asimetri dan itu berdampak negatif baik untuk capital flow maupun sentimen investor,” lanjutnya.
Senada, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat turut menyoroti dan mempertanyakan Kementerian Keuangan yang belum merilis laporan APBN KiTa per Januari 2025.
Padahal, laporan tersebut diperlukan demi menjaga kepercayaan publik dan kredibilitas ekonomi, Kementerian Keuangan secara rutin menerbitkan laporan bulanan APBNKita sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.
Achmad menelisik, jika sekadar faktor teknis yang menyebabkan keterlambatan, mengapa hingga kini belum ada kejelasan terkait kapan laporan tersebut akan dipublikasikan?
“Kemungkinan lain yang patut dicermati adalah kondisi penerimaan negara yang tidak sesuai target,” ungkapnya dalam keterangan resmi, Jumat (7/3/2025).
Mengacu laporan APBN 2024, pendapatan negara dari sektor perpajakan dan non-pajak mengalami tekanan akibat perlambatan ekonomi global dan melemahnya harga komoditas ekspor utama Indonesia seperti batu bara dan minyak sawit.
Jika penerimaan negara menurun secara signifikan, Achmad melihat mungkin hal ini yang menjadi alasan mengapa pemerintah menunda rilis data APBN.
“Publikasi laporan yang menunjukkan penurunan pendapatan bisa berdampak pada sentimen negatif di pasar keuangan dan mengurangi kepercayaan investor,” lanjutnya.
Dampak Serius
Kurangnya transparansi dalam pengelolaan APBN bisa berdampak serius bagi ekonomi nasional. Investor, pelaku pasar, hingga lembaga keuangan internasional sangat bergantung pada data fiskal yang dipublikasikan pemerintah untuk menilai kondisi ekonomi suatu negara.
Konsekuensinya, jika laporan APBN KiTa terus tertunda, kepercayaan terhadap kredibilitas fiskal Indonesia bisa terganggu, yang pada akhirnya dapat memicu berbagai dampak negatif.
Salah satu dampak utama adalah meningkatnya volatilitas di pasar keuangan. Investor yang tidak mendapatkan kepastian mengenai kondisi fiskal negara cenderung bersikap lebih berhati-hati dalam menanamkan modalnya.
Hal ini bisa menyebabkan aliran modal keluar (capital outflow) yang berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“Dalam jangka panjang, melemahnya rupiah dapat meningkatkan biaya impor dan memperburuk defisit transaksi berjalan,” kata Achmad.
Selain itu, penundaan rilis APBNKita juga dapat berpengaruh terhadap pasar obligasi. Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sangat bergantung pada persepsi investor terhadap kesehatan fiskal pemerintah.
Jika investor mulai meragukan kemampuan pemerintah dalam mengelola APBN, permintaan terhadap obligasi pemerintah bisa menurun, yang pada akhirnya meningkatkan imbal hasil atau yield obligasi. Peningkatan yield ini berpotensi menambah beban utang pemerintah, terutama dalam membiayai defisit anggaran.
Oleh karena itu, demi menjaga kredibilitas fiskal Indonesia, Kemenkeu harus segera merilis laporan APBN Kita dan memastikan bahwa prinsip transparansi tetap dijunjung tinggi dalam pengelolaan keuangan negara.
Kepercayaan publik dan pasar tidak boleh dikorbankan demi kepentingan politik atau alasan administratif semata.
Terkini, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kemenkeu Deni Surjantoro menyampaikan rencananya, transparansi akan dilakukan pada pekan depan.
“InsyaAllah [rilis APBN KiTa] minggu depan. Tunggu saja, ya,” katanya kepada Bisnis, Jumat (7/3/2025).