Bisnis.com, JAKARTA -- Sebanyak 21 dari daftar panjang 23 obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) diketahui masih memiliki tunggakan kewajiban terhadap negara sebesar total Rp33,7 triliun per 31 Desember 2024.
Berdasarkan daftar piutang eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang dilihat Bisnis, hanya dua orang yang sudah melunasi utangnya kepada negara setelah mendapatkan kucuran dana BLBI saat krisis moneter 1997 lalu.
Ketua Satgas BLBI saat itu, yakni Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban, sebagaimana diberitakan Bisnis sebelumnya, menyebut bahwa pemerintah pada Juni 2022 lalu telah menerima pembayaran penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) atas obligor pemegang saham eks PT Bank Dewa Rutji, SN sebesar Rp367,7 miliar.
Dengan demikian, saldo piutang eks BPPN per 31 Desember 2024 lalu tercatat sebesar Rp33,7 triliun. Nilai itu berkurang Rp229,4 miliar dari saldo piutang per 31 Desember 2023 yang telah diaudit (audited) yakni Rp34 triliun.
Dari data per akhir 2024, konglomerat KO merupakan pemilik utang terbesar kepada negara sebesar Rp7,72 triliun. Dia tercatat sebagai pemilik saham eks Bank Umum Nasional.
Apabila merujuk pada data mutasi sejak 31 Desember 2023, dia hanya melunasi Rp2,2 miliar dari utangnya dalam kurun waktu sepanjang tahun lalu.
Baca Juga
Setelah Kaharudin, obligor dengan nilai kewajiban terbesar dana BLBI yakni TGO (inisial) dari eks PT Bank Putera Surya Perkasa. Per 31 Desember 2024, dia masih harus melunasi kewajibannya sebagai pemilik saham sebesar Rp4,89 triliun.
Ada juga AA , PT CML, PU dan PB yang tercatat sebagai pemegang saham PT BC Rp4,54 triliun. Lalu, DNW atau TN, pemegang saham Bank Servitia dengan kewajiban tertunggak Rp4,3 triliun.
Selanjutnya, nama-nama lain termasuk FM (Bank Intan) Rp136,4 miliar; SH dan HH (Bank Aspac/BBKU) Rp3,5 triliun; HTL dan AT (Bank Central Dagang/BBKU) Rp1,46 triliun; SG (Bank Dharmala/BBKU) Rp800,5 miliar; dan KBA (Bank Orient/BBKU) Rp142,5 miliar.
Lalu, BMHP dan JJ (Bank Namura) Rp168,7 miliar; SSI (Bank Metropolitan) Rp66,7 miliar; SSI (BankBahari) Rp401,6 miliar; IMS/IGDD (Bank Aken) Rp509,9 miliar; dan HK (Bank Tata Internasional) Rp596,6 miliar.
Kemudian, AA (Bank Pelita Istismarat) Rp577,6 miliar; AL (Bank Indonesia Raya) Rp155,7 miliar; MS (Bank Putra Multikarsa) Rp790,5 miliar; UB (Bank Lautan Berlian) Rp106,2 miliar; LM (Bank Tamara) Rp188,4 miliar; dan SM (Bank Modern) Rp2,3 triliun.
Janji Kemenkeu
Adapun sebelum pergantian pemerintahan dari Joko Widodo ke Prabowo Subianto, Kemenkeu sempat menyebut akan membentuk Komite Penanganan Hak Tagih Dana BLBI untuk menggantikan Satgas BLBI yang masa tugasnya akan berakhir pada 31 Desember 2024.
Dirjen Kekayaan Negara Rionald Silaban menjelaskan, Satgas BLBI bukan lembaga permanen. Sesuai Keputusan Presiden (Keppres) No.30/2023, masa tugas Satgas BLBI hanya sampai akhir tahun ini.
"Makanya kemudian kita mengusulkan dibentuk sesuatu seperti komite tetap lah, karena bagaimanapun juga kan negara tetap mempunyai tagihan kepada orang-orang ini," jelas Rio di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (9/9/2024).