Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Celios Soroti Danantara, Ingatkan Prabowo 11 Poin Krusial

Center of Economics and Law Studies (Celios) menyoroti pelanggaran peraturan perundang-undangan dalam pembentukan BPI Danantara.
Peluncuran BPI Danantara di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/2/2025)./Setpres
Peluncuran BPI Danantara di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/2/2025)./Setpres

Bisnis.com, JAKARTA — Center of Economics and Law Studies alias Celios mendapati sejumlah pelanggaran peraturan perundang-undangan dalam pembentukan BPI Danantara atau Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara.

Dalam laporan studi bertajuk Permasalahan dan Risiko Hukum pada Regulasi Pembentukan Nusantara yang ditulis oleh Muhamad Saleh dan disunting oleh Bhima Yudhistira Adhinegara, lembaga riset itu menekankan setidaknya ada lima pelanggaran hukum dalam pembentukan Danantara.

Pertama, pengangkatan CEO atau Ketua Badan Pelaksana BPI Danantara Rosan Roeslani. Celios menegaskan Pasal 23 UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara melarang menteri menduduki jabatan lain di pemerintah maupun BUMN.

Kendati demikian, Rosan yang masih menjadi Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM malah diperbolehkan menduduki CEO BPI Danantara berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 10/2025 tentang Organisasi Danantara. Padahal, PP kedudukannya lebih rendah dari UU.

"Dengan mengubah substansi larangan rangkap jabatan melalui peraturan yang lebih rendah dari undang-undang, pemerintah menciptakan preseden yang dapat melemahkan supremasi hukum," dikutip dari laporan yang dipublikasikan Minggu (9/3/2025) itu.

Kedua, pengecualian kerugian Danantara dari kategori keuangan negara membuka celah korupsi. Padahal UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) menegaskan bahwa keuangan negara merupakan seluruh kekayaan negara dalam bentuk apa pun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara.

Masalahnya, Pasal 3H ayat (2) UU No. 1/2025 tentang BUMN (UU BUMN) mengatur bahwa, “Keuntungan atau kerugian yang dialami Badan [Danantara] dalam melaksanakan investasi merupakan keuntungan atau kerugian Badan.”

Akibatnya, tercipta ruang abu-abu dalam pengelolaan dana publik termasuk pajak masyarakat yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu tanpa pengawasan yang memadai.

"Dengan mengeluarkan kerugian Danantara dari kategori keuangan negara, pemerintah pada dasarnya menciptakan celah hukum yang melemahkan pengawasan terhadap potensi penyalahgunaan dana publik," tegas Celios.

Ketiga, absennya regulasi risiko sistematik dalam pengelolaan aset bank BUMN oleh Danantara. Padahal, Danantara mengelola aset bank-bank BUMN seperti Bank Mandiri, BNI, dan BRI.

Hingga saat ini, belum ada regulasi khusus dari Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan yang mengatur dampak potensial dari pengelolaan aset bank-bank BUMN itu terhadap stabilitas sektor keuangan, terutama dalam konteks risiko gagal bayar oleh Danantara kepada kreditur.

Celios mengingatkan bahwa bank-bank BUMN memiliki skala aset besar dan terhubung erat dengan berbagai sektor keuangan sehingga memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional.

"Jika terjadi gangguan likuiditas atau solvabilitas di Danantara, dampaknya dapat merembet ke bank BUMN dan mengancam stabilitas keuangan nasional," tegas Celios.

Keempat, Danantara menghapus batas pertanggungjawaban pidana dan memperbesar risiko penyalahgunaan kekuasaan. Pasal 3Y UU BUMN memberi imunitas hukum kepada menteri, organ, dan pegawai Danantara apabila mereka bisa membuktikan bahwa kerugian yang terjadi bukan akibat kesalahan pribadi serta telah bertindak dengan itikad baik.

Celios melihat ketentuan itu berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Padahal, Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor menekankan pertanggungjawaban terhadap perbuatan yang merugikan keuangan negara.

"Dalam beberapa kasus, mekanisme ini dapat digunakan sebagai bentuk penghindaran pertanggungjawaban pidana, di mana pejabat secara sengaja mengaburkan tanggung jawab hukum mereka dengan dalih administratif atau prosedural," ungkap Celios.

Kelima, penghilangan status penyelenggara negara di Danantara. Pasal 3X ayat (1) UU BUMN menyatakan bahwa organ dan pegawai Danantara bukan merupakan penyelenggara negara.

Celios menggarisbawahi bahwa ketentuan itu melanggar Pasal 2 UU No. 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Pasal itu menetapkan bahwa pejabat dengan fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara termasuk dalam kategori penyelenggara negara.

Padahal, Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana Danantara memiliki fungsi strategis yang erat kaitannya dengan penyelenggaraan negara, terutama dalam pengelolaan keuangan negara dan aset BUMN. Oleh karena itu, Celios melihat penghapusan status mereka sebagai penyelenggara negara menghilangkan mekanisme kontrol dan pengawasan.

"Dengan status ini, pejabat Danantara tidak wajib melaporkan harta kekayaannya ke LHKPN, tidak terikat kode etik penyelenggara negara serta lolos dari pengawasan lembaga seperti KPK, Kejaksaan, dan BPK yang berfungsi untuk mencegah penyalahgunaan wewenang," jelas Celios.

Oleh sebab itu, Celios memberikan sebelas rekomendasi kepada Presiden Prabowo Subianto agar pembentukan Danantara bisa lebih transparan dan sesuai aturan perundang-undangan yang ada.

Berikut 11 Rekomendasi Celios terkait Pembentukan Danantara:

1. Presiden mencabut dan merevisi penunjukan Rosan Roeslani, Dony Oskaria, Erick Thohir, dan Sri Mulyani Indrawati dalam jabatan rangkap di Danantara, karena melanggar UU Kementerian Negara. Langkah ini diperlukan untuk menjaga kepatuhan hukum dan mencegah konflik kepentingan.

2. Menghapus Pasal 33 PP No. 10 Tahun 2025 terkait dengan rangkap jabatan Menteri Investasi dalam Badan Pelaksana Danantara.

3. Presiden mencabut Pasal 3X ayat (1) UU BUMN dan menetapkan organ Danantara sebagai penyelenggara negara.

4. Presiden perlu memastikan proses pengisian jabatan Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana Danantara dilakukan secara terbuka, obyektif, dan bebas dari konflik kepentingan. Seleksi harus berbasis kompetensi dan transparan agar tidak didominasi oleh pejabat dengan rangkap jabatan.

5. Merevisi dan menghapus ketentuan Pasal 3H ayat (2) UU BUMN yang mengatur pengecualian kerugian Danantara dari kategori  keuangan negara.

6. Merevisi dan menghapus Pasal 3Y UU BUMN yang memberikan imunitas hukum kepada menteri, organ, dan pegawai yang tidak dapat dituntut secara hukum.

7. UU BUMN perlu merumuskan pengaturan Komite Pemantau dan Akuntabilitas (Oversight and Accountability Committee) beserta komposisi, kewenangan, serta tugas dan fungsi pengawasan. Pengaturan ini jangan didelegasikan ke Peraturan Presiden sebab tidak dapat di kontrol.

8. Memastikan independensi Komite, mekanisme seleksi yang transparan, serta kewajiban pelaporan berkala kepada publik untuk mencegah intervensi politik dan memastikan akuntabilitas.

9. Pemerintah dan DPR harus segera merumuskan regulasi mitigasi risiko Danatara yang mengatur batasan investasi berisiko tinggi, persyaratan cadangan likuiditas, serta transparansi keuangan dengan audit berkala oleh BPK.

10. BI dan OJK mewajibkan stress test dan Crisis Management Plan (CMP) untuk mengukur ketahanan Danatara terhadap gagal bayar serta membatasi eksposur bank BUMN guna mencegah dampak sistemik terhadap sektor keuangan.

11. Partisipasi bermakna dari masyarakat terutama sebagai warga negara dan pembayar pajak dalam pengaturan BPI Danantara.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper