Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Benahi Industri Tekstil RI, Tak Sekadar Berantas Impor Ilegal

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menegaskan penyelamatan industri tekstil dan produk tekstil tak sekadar memberantas impor ilegal.
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis
Karyawan beraktivitas di salah satu pabrik di Jawa Barat. Bisnis/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menegaskan penyelamatan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mesti dari berbagai sisi. Problematika industri padat karya ini lebih dari sekadar banjir produk impor ilegal ke pasar domestik. 

Wakil Ketua API David Leonardi mengatakan, tak dipungkiri produk impor murah yang beredar di pasar memberikan tekanan pada industri. Apalagi, semenjak aturan relaksasi impor lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024 diberlakukan. 

“Relaksasi impor yang diberikan tanpa diimbangi dengan kebijakan perlindungan pasar dalam negeri telah menyebabkan masuknya produk jadi ke pasar Indonesia, yang berdampak pada penurunan pesanan bagi industri dan IKM,” jelas David kepada Bisnis, Selasa (11/3/2025). 

Bahkan, momentum Lebaran yang biasanya meningkatkan permintaan, kali ini pelaku usaha tidak mendapatkan kenaikan pesanan yang signifikan. 

Menurut David, kondisi pasar yang tidak menguntungkan ini membuat investasi dalam bentuk apa pun menjadi tidak efektif. Sebab, investasi harus didukung oleh daya beli dan permintaan pasar yang baik agar dapat memberikan dampak positif bagi industri dan negara. 

Padahal, merujuk data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, realisasi investasi industri tekstil sepanjang 2024 mencapai Rp21,38 triliun yang berasal dari penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) atau meningkat dari tahun sebelumnya Rp15,4 triliun. 

Oleh karena itu, dia menilai perlu pembenahan industri agar investasi yang tertanam di Indonesia tetap bertahan. Adapun, terdapat langkah yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan industri TPT. 

“Eliminasi beban puncak pada penggunaan energi listrik dari PLN karena listrik yang diproduksi saat ini berlebih dan memberikan diskon tarif untuk jam malam dengan istilah beban rendah di jam 23:00 sampai jam 06:00,” tuturnya. 

Pihaknya juga mendorong pembangunan infrastuktur gas dan harga yang bersaing untuk industri sehingga hasil produk yang lebih ramah lingkungan dapat diekspor ke pasar Uni Eropa.

Tak hanya itu, dia pun meminta pemerintah agar memperketat izin masuk produk tekstil dari negara lain, khususnya dari China, dengan tetap mengikuti aturan Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO), termasuk yang dipasarkan melalui platform dagang elektronik.

Lebih lanjut, pembatasan Impor TPT pada pelabuhan utama Indonesia, serta memperkuat mekanisme penegakan hukum. Kemudian, membentuk regulasi khusus yang hanya mengatur impor tekstil dengan pengawasan yang dilakukan di dalam kawasan berikat (border). 

“Kami juga mengusulkan agar pemerintah mempercepat finalisasi free trade agreement dengan Uni Eropa (IEU-CEPA) dan dengan Amerika Serikat (US-FTA) sehingga pelaku usaha TPT bisa bersaing dengan produsen tekstil dari negara lain,” terangnya. 

Di sisi lain, dia juga menyoroti pentingnya simplifikasi dan penurunan biaya importasi bahan baku industri hulu tekstil dan eksportasi produk tekstil dan mengembangkan jaringan logistik yang efisien serta menghilangkan praktik premanisme dalam birokrasi yang menghambat industri.

Pelaku usaha juga memerlukan kepastian formulasi perhitungan kenaikan upah minimum agar bisa memberi kepercayaan pada para pelaku industri TPT. 

Pasalnya, kenaikan upah yang drastis akan mengurangi penyerapan tenaga kerja formal tekstil dan meningkatkan angka penggangguran, semi-pengangguran (pekerja paruh waktu), dan tenaga kerja sektor informal.

“Setiap regulasi dan kebijakan harus saling mendukung satu sama lain agar tercipta perlindungan yang optimal. Perlindungan tersebut tidak hanya menjaga rantai pasok industri TPT, tetapi juga memberikan dampak positif bagi negara, terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja,” pungkasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper