Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waswas Pengusaha Tambang Digempur Rencana Kenaikan Royalti Batu Bara-Nikel

Rencana kenaikan tarif royalti batu bara, nikel, hingga emas dinilai memberatkan pengusaha.
Aktivitas tambang batu bara di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan. - Bisnis/Husnul Iga Puspita
Aktivitas tambang batu bara di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan. - Bisnis/Husnul Iga Puspita

Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif royalti untuk komoditas mineral dan batu bara (minerba) menambah beban baru bagi pengusaha. Para pelaku usaha pun berharap penerapan tarif royalti baru dapat dikaji ulang. 

Adapun, pemerintah saat ini tengah menggodok revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Revisi PP Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakukan Perpajakan dan/atau PNBP di Bidang Usaha Pertambangan Batubara.

Lewat revisi aturan tersebut, pemerintah akan menaikkan tarif royalti untuk komoditas batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan logam timah. Kenaikan tarif royalti ini sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengatakan, kenaikan tarif royalti akan menambah beban pelaku usaha. Kenaikan tarif royalti juga dapat berdampak pada rencana produksi dan investasi perusahaan tambang. 

"Bagi perusahaan pertambangan, perubahan tarif royalti dalam PP Nomor 15 tahun 2022 dan PP Nomor 26 tahun 2022 akan memberatkan pelaku tambang dan industri pengolahan/pemurnian, terutama di tengah tantangan saat ini," jelas Hendra kepada Bisnis, Selasa (11/3/2025).

Hendra menuturkan bahwa saat ini pelaku usaha tambang tengah terbebani dengan tingginya biaya operasional terutama akibat kenaikan ongkos bahan bakar yang signifikan seiring adanya mandatory penggunaan biosolar B40.

Belum lagi, pengusaha juga harus menanggung beban dari kenaikan upah minimum regional (UMR) minimal 6,5%, kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%, serta pengenaan kewajiban retensi dana hasil ekspor (DHE) sebesar 100% selama 12 bulan.

Selain itu, arus kas atau cashflow mayoritas smelter diperkirakan akan sangat ketat dengan adanya penerapan global minimum tax, khususnya smelter yang telah mendapatkan fasilitas tax holiday yang baru mulai berjalan 2-3 tahun. Risiko kredit pun diperkirakan akan meningkat yang dapat berdampak ke industri perbankan.

Di tengah tingginya beban operasional dan perpajakan tersebut, Hendra menuturkan bahwa harga komoditas di pasar global juga tengah lesu, terutama nikel yang semakin mengalami penurunan.

Menurutnya, kondisi ini dapat memberikan tekanan terhadap industri tambang. Apalagi, pelaku usaha tambang juga perlu mengeluarkan investasi jumbo untuk membangun smelter. 

"Perusahaan batu bara juga sedang menghadapi perubahan kebijakan penurunan harga batu bara acuan'[HBA] untuk harga jual batu bara. Selain itu, harga domestik batu bara ke PLN US$70 per ton sejak 2018 belum berubah sementara biaya operasional terus meningkat," kata Hendra. 

Hendra pun mengatakan bahwa tarif royalti minerba di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain.

"Oleh karena itu, kami memohon kiranya pemerintah dapat mempertimbangkan rencana kenaikan tarif tersebut, apalagi beberapa tahun terakhir target penerimaan negara dari sektor minerba selalu melebihi target," jelasnya.

Ucapan Hendra itu memang bukan isapan jempol. Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor minerba selalu melampaui target.

Lihat saja, PNBP sektor pertambangan minerba pada 2022 mencapai Rp173,5 triliun. Angka ini mencapai 170% dari target yang ditetapkan sebesar Rp101,8 triliun. 

Lalu, pada 2023, mencapai Rp172,96 triliun. Angka ini 118,41% dari target yang ditetapkan yaitu Rp146,07 triliun. Sementara pada 2024, PNBP minerba mencapai Rp140,5 triliun, melampaui target yang ditetapkan, yaitu Rp113,54 triliun.

Hendra menambahkan bahwa para pengusaha berharap diberi waktu untuk berdiskusi secara komprehensif. Sebab, konsultasi mengenai rencana kenaikan royalti dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Sabtu (8/3/2025), terlalu mendadak.

"Konsultasi publik yang dilakukan melalui undangan yang sangat mendadak di hari Sabtu waktunya sangat terbatas," kata Hendra.

Tarif Royalti Minerba

Komoditas

Semula

(PP 26 Tahun 2022)

Usulan Revisi
Batu bara  Progresif, menyesuaikan HBA tarif PNBP IUPK 14-28%

- Tarif royalti naik 1% untuk HBA ≥ US$90 sampai tarif maksimum 13,5%

- Tarif IUPK 14-28% dengan perubahan rentang tarif (Revisi PP 15/2022)

Bijih nikel   Single tariff bijih nikel 10%  Tarif progresif 14%-19% menyesuaikan harga mineral acuan (HMA)
Nikel matte

- Single tariff 2%

- Windfall profit tambah 1%

- Tarif progresif 4,5%-6,5% menyesuaikan HMA. 

- Windfall profit dihapus.

Ferronikel

Single tariff 2%

 Tarif progresif 5%-7% menyesuaikan HMA

Nikel pig iron

Single tariff 5% 

 Tarif progresif 5%-7% menyesuaikan HMA

Bijih tembaga

Single tariff 5%

 Tarif progresif 10%-17% menyesuaikan HMA

Konsentrat tembaga

Single tariff 4%

 Tarif progresif 7%-10% menyesuaikan HMA

Katoda tembaga

Single tariff 2%

 Tarif progresif 4%-7% menyesuaikan HMA

Emas

Tarif progresif 3,75%-10% menyesuaikan HMA

 Tarif progresif 7%-16% menyesuaikan HMA

Perak

Single tariff 3,25%

 Single tariff 5%

Platina

Single tariff2%

 Single tariff 3,75%.

Logam timah

Single tariff 3%

Tarif progresif 3%-10% menyesuaikan harga jual

Meningkatkan Penerimaan Negara

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menuturkan rencana kenaikan tarif royalti minerba diambil sekaligus agar semua pihak mendapat keuntungan secara adil. Pemerintah ingin keuntungan dari pengelolaan sumber daya alam tak dinikmati segelintir pihak.

"Prinsipnya sharing benefit. Jadi, kalau ada keuntungan jangan dinikmati perusahaan semua, jadi harus sharing," kata Dadan di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (11/3/2025).

Dadan pun menuturkan Kementerian ESDM telah melakukan konsultasi publik terkait rencana kenaikan royalti minerba tersebut. Acara itu pun dihadiri para pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha.

Dia mengeklaim, para pengusaha telah setuju dengan wacana kenaikan tarif royalti. Terlebih, ini untuk kepentingan ekonomi negara.

"Dalam konteks untuk ekonomi nasional, semua punya pendapat yang sama, termasuk dari korporasi," ucapnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan, revisi tarif royalti minerba merupakan upaya perbaikan tata kelola penerimaan negara. Dia pun memastikan kenaikan tarif royalti minerba tidak untuk merugikan pihak manapun.

"Tidak ada maksud apapun atau memberatkan salah satu pihak ataupun industri, dan kita harap industri pertambangan bisa sustain, bisa berpartisipasi lebih untuk kemakmuran dan kejayaan," kata Tri.

Risiko Tekanan ke Industri Tambang

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) Bisman Bhaktiar mengingatkan agar kenaikan tarif royalti komoditas mineral dan batu bara (minerba) tak diberlakukan dalam waktu dekat. Dia menilai saat ini waktu yang kurang tepat untuk menaikkan royalti atau PNBP minerba.

Menurutnya, kondisi usaha akhir-akhir tidak bagus. Apalagi, harga komoditas cenderung turun, PPN naik, juga kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) hingga beban operasional yang meningkat. 

"Jadi sebaiknya jangan dulu menaikkan royalti, berikan nafas pada pelaku usaha untuk terus menggerakkan usahanya agar perekonomian tetap jalan," katanya.

Bisman berpendapat kenaikan tarif royalti juga akan berpengaruh kepada industri. Menurutnya, dengan beban semakin bertambah maka perputaran produksi berpotensi menurun. 

Buntutnya, kinerja industri juga berpotensi menurun. Oleh karena itu, Bisman mengingatkan sebaiknya pemerintah tak menaikkan tarif royalti dalam waktu dekat. 

Menurutnya, kenaikan tarif royalti minerba idealnya paling cepat berlaku pada akhir tahun ini. 

"Kita tunggu kondisi ekonomi menjadi lebih baik dan stabil, paling cepat di akhir tahun ini atau tahun depan," katanya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper