Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Imbas Coretax, Ditjen Pajak Sesuaikan Administrasi Pajak Digital Shopee hingga Tokopedia

Ditjen Pajak melakukan penyesuaian administrasi pajak sektor usaha ekonomi digital sebagai imbas penerapan Coretax.
Petugas melayani wajib pajak di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga, Jakarta, Senin (25/7/2022). / Bisnis-Fanny Kusumawardhani
Petugas melayani wajib pajak di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga, Jakarta, Senin (25/7/2022). / Bisnis-Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak alias Ditjen Pajak Kementerian Keuangan melakukan penyesuaian administrasi pajak dari sektor usaha ekonomi digital imbas dari penerapan Coretax.

Direktur P2Humas Ditjen Pajak Dwi Astuti menjelaskan pihaknya telah menghapus sepuluh Wajib Pajak Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) dalam negeri dan menggabungkannya ke NPWP Pusat Badan dengan flagging PMSE.

Sepuluh wajib pajak tersebut antara lain PT Jingdong Indonesia Pertama, PT Shopee International Indonesia, PT Ecart Webportal Indonesia, PT Bukalapak.com, PT Tokopedia, PT Global Digital Niaga, PT Dua Puluh Empat Jam Online, PT Fashion Marketplace Indonesia, PT Ocommerce Capital Indonesia, dan PT Final Impian Niaga.

Dwi Astuti menegaskan bahwa penghapusan Shopee hingga Tokopedia sebagai wajib pajak PMSE dan digabungkan ke NPWP Pusat Badan dengan flagging PMSE itu sekadar penyesuaian administrasi akibat penerapan Coretax. Oleh sebab itu, sambungnya, tidak akan ada efek ke ketentuan pemungutan pajak digital.

"NPWP pusat wajib pajak PMSE tersebut tetap melakukan pemungutan PPN PMSE [pajak pertambahan nilai perdagangan melalui sistem elektronik]," ungkap Dwi kepada Bisnis, Jumat (14/3/2025).

Lebih lanjut, dia mengungkapkan penerimaan pajak dari sektor usaha ekonomi digital mencapai Rp33,56 triliun hingga 28 Februari 2025. Perinciannya, penerimaan pajak tersebut berasal dari pajak kripto Rp1,21 triliun, pajak fintech peer-to-peer (P2P) lending alias pinjaman online (pinjol) Rp3,23 triliun.

Kemudian, pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (Pajak SIPP) sebesar Rp2,94 triliun. Terakhir, pemungutan PPN PMSE senilai Rp26,18 triliun.

Pemungutan PPN PMSE sebesar Rp26,18 triliun tersebut berasal dari 188 pelaku usaha PMSE yang telah ditunjuk selama 2020—28 Februari 2025.

“Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp6,76 triliun setoran tahun 2023, Rp8,44 triliun setoran tahun 2024, dan Rp830,3 miliar setoran tahun 2025," jelas Dwi.

Sementara itu, pemerintah juga telah menunjuk 222 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut PPN. Dwi menyatakan, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia.

"Dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital," lanjutnya.

Dia juga menambahkan bahwa pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, hingga pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper