Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

APNI Minta Revisi Rencana Kenaikan Tarif Royalti Mineral Pertambangan

Saat ini harga nikel global terus mengalami penurunan, sehingga beban royalti yang meningkat justru menggerus margin usaha yang sudah tipis.
Kawasan Industri Morowali Indonesia di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Minggu, (9/7/2023). Sulawesi merupakan wilayah yang kaya akan nikel sehingga Indonesia menyumbang setengah dari produksi global./Bloomberg-Dimas Ardian
Kawasan Industri Morowali Indonesia di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, Minggu, (9/7/2023). Sulawesi merupakan wilayah yang kaya akan nikel sehingga Indonesia menyumbang setengah dari produksi global./Bloomberg-Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengumpulkan berbagai masukan dari penambang hingga industri pengolahan dan pemurnian atau smelter mineral terkait dengan permohonan revisi rencana aturan kenaikan tarif royalti mineral pertambangan. 

Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan pelaku usaha telah mengumpulkan berbagai masukan dari pihaknya yang menilai rencana kenaikan tarif royalti pertambangan amat memberatkan. 

"Hari ini juga surat akan kita layangkan ke Kementerian ESDM, Kemendag, Kemenkeu, Kemenperin, Kementerian Investasi, Kemenko Ekonomi, Komisi XII, DEN, ada sekitar 12 tembusan sekaligus. Dirjen Minerba hari ini sudah menunggu surat kita, malam akan saya kirimkan, daripada keburu deal," ujarnya, dalam diskusi Wacana Kenaikan Tarif Royalti Pertambangan, Senin (17/3/2025). 

Menurutnya, tarif royalti tidak realistis dan progresif karena kenaikan tarif royalti untuk bijih nikel sebesar 14% hingga 19% dan produk olahan (FeNi/NP) sebesar 5% hingga 7% sehingga dinilai tidak mempertimbangkan kondisi riil industri. 

Terlebih, saat ini harga nikel global terus mengalami penurunan sehingga beban royalti yang meningkat justru menggerus margin usaha yang sudah tipis.

Ditambah lagi, biaya operasional yang melonjak akibat kenaikan harga biosolar B40, upah minimum (UMR) yang naik sekitar 6,5%), PPN 12%, dan kewajiban DHE ekspor 100% selama 12 bulan.

Dia menilai hal ini juga berdampak pada industri smelter. Padahal, investasi smelter yang padat modal dan risiko tinggi juga memakan biaya pembangunan mencapai US$1,5 miliar hingga Rp2 miliar per smelter, belum termasuk biaya reklamasi, PNBP, PPM, dan pajak global (Global Minimum Tax) sebesar 15%. 

Meidy meminta kebijakan tarif royalti yang progresif, realistis, dan berkeadilan dengan mempertimbangkan formula penyesuaian tarif berdasarkan harga komoditas sehingga royalti meningkat hanya ketika harga nikel di atas level tertentu. 

Kemudian, insentif fiskal untuk smelter, seperti penurunan tarif royalti bagi perusahaan yang telah berinvestasi di hilir.

"Meninjau ulang skema pajak dan iuran untuk menghindari tumpang-tindih kewajiban (PPN, PPh, PNBP, GST) dan revisi formula HPM bijih nikel untuk memperhitungkan kandungan mineral besi dan kobalt

Meidy juga berharap pemerintah membuka ruang dialog bersama dengan asosiasi dan pelaku usaha untuk  menyusun skema win-win solution. 

"Sebagai bentuk komitmen, kami siap menyertakan data teknis dan analisis finansial untuk mendukung usulan penyesuaian kebijakan ini," terangnya. 

Ketua Umum APNI Nanan Soekarna berpendapat kenaikan tarif royalti mineral pertambangan juga akan berdampak pada industri pengolahan nikel juga mengaku terancam. 

"Tadi semua keberatan, mereka penambang yang sudah perhitungkan, jadi berat, belum karena DHE di tahan, kita berharap bisa jadi masukan ke pemerintah untuk jadi pertimbangan," kata Nanan. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper