Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meyakini pelemahanan rupiah yang terjadi belakangan berdampak positif ke sejumlah industri dalam negeri.
Kurs rupiah sendiri sempat menyentuh level Rp16.611 per dolar AS pada Selasa (25/3/2025) atau level terendah sejak krisis moneter 1998. Terbaru, rupiah menguat ke posisi Rp16.562 per dolar AS saat penutupan perdagangan hari ini, Kamis (27/3/2025).
"Kalau industri enggak [terganggu]. Kalau [industri yang] penghasilannya dolar, spending-nya [belanjanya] rupiah, itu menambah daya saing sebetulnya," kata Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (27/3/2025).
Di samping itu, dia tidak menampik ada sejumlah industri yang perlu mengimpor bahan baku sehingga pelemahan rupiah akan meningkatkan biaya produksi.
Kendati demikian, Airlangga mengklaim hampir semua biaya pengelolaannya tetap menggunakan rupiah sehingga tidak terlalu terdampak.
Lebih lanjut, politisi Partai Golkar itu menyatakan secara keseluruhan kurs rupiah tetap stabil terutama apabila dibandingkan negara-negara mitra.
Baca Juga
Pelemahan rupiah tampaknya memang direspons secara berbeda untuk masing-masing sektor. Layanan angkutan laut seperti PT Samudera Indonesia Tbk. (SMDR) misalnya, yang menyatakan tak ada pengaruh negatif atas pelemahan rupiah.
Direktur Utama Samudera Indonesia Bani M. Mulia menyebut pelemahan rupiah terhadap dolar memiliki dua dampak terhadap kinerja perusahaan pelayaran, tergantung pada operasional domestik atau internasional.
“Ada dua dampak, kalau untuk mayoritas kapal kami banyak bisnis internasional, freight rate mayoritas diterima dalam dolar AS, kalau dolar AS kuat kami tidak dirugikan. Artinya, tidak ada masalah karena pendapatan kami juga dolar,” kata Bani dalam paparan publik, Rabu (26/3/2025).
Di pelabuhan, kata Bani, terdapat biaya yang juga berbasis dolar AS. Biaya yang dimaksud ialah investasi dan belanja modal (capital expenditure/capex) yang dilakukan dalam mata uang dolar AS.
Sementara itu, untuk operasional pelayaran domestik yang menggunakan transaksi rupiah, perusahaan perlu menyesuaikan biaya dengan pendapatan agar tetap seimbang. Saat ini, SMDR belum berencana menambah armada untuk layanan domestik, mengingat pembelian kapal dilakukan dalam dolar AS, sedangkan tarif angkut dalam negeri menggunakan rupiah.
Berbeda dengan sektor pengan. Staf Ahli Bidang Iklim Usaha dan Pengamanan Pasar Kemendag Tommy Andana mengungkap pelemahan rupiah menjadi salah satu alasan importir tak kunjung merealisasikan importasi bawang putih.
Tommy mengatakan bahwa banyak importir belum melakukan realisasi bawang putih lantaran masih wait and see, imbas adanya kebijakan penyaluran bawang putih untuk keperluan operasi pasar selama puasa dan lebaran.
Berdasarkan survei yang dilakukan Kemendag, Tommy mengaku para pelaku usaha yang telah mengantongi persetujuan impor (PI) bawang putih rata-rata belum merealisasikannya. Salah satu penyebabnya adalah tingginya nilai tukar kurs.
“Kalau kami tanya itu jawabannya masih mengambang. Alasan katanya cuaca, alasannya juga karena misalnya tingginya kurs, kemudian juga ada beberapa yang mereka dikhawatirkan pada saat mereka barang datang untuk dijadikan operasi pasar,” kata Tommy dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi 2025, dikutip dari YouTube Kemendagri pada Rabu (26/3/2025).